oleh

Tindakan JAK Sakiti Perasaan Perempuan, GPS Desak Mundur

Manado- Sejumlah 20 Organisasi Perempuan dan Anak di Sulawesi Utara menyatakan sikap terkait dugaan tragedi kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oknum pimpinan DPRD Sulut, James Arthur Kojongian (JAK) di Tomohon 24 Januari 2021 lalu.

Bagi aktivitas perempuan dan anak yang menamai forumnya Gerakan Perempuan Sulut (GPS), apa yang dilakukan JAK menyakiti perasaan perempuan. Mereka pun meminta JAK untuk mundur dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Sulut.

Pernyataan tersebut disampaikan setelah melihat kejadian yang terekam video amatir dan telah beredar luas di masyarakat melalui media online, televisi dan media sosial. Dalam rekaman video amatir tersebut terlihat JAK yang mengendarai mobil BRV, menyeret istrinya Mika Paruntu yang berada di atas kap mesin mobil.

Forum Gerakan Perempuan Sulut (GPS) lawan kekerasan terhadap perempuan dan anak menilai, kondisi ini sangat menyakiti perasaan perempuan dan menimbulkan keresahan di masyarakat. Kejadian ini juga telah melahirkan beragam persepsi negatif terkait konstruksi sosial-budaya terhadap posisi perempuan dalam tatanan keluarga dan bermasyarakat.

Menurut Ketua  Yayasan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (YAPPA) Sulut, Dra Joice Worotikan, GPS berpendapat peristiwa ini sungguh sangat memalukan dan mencoreng citra Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Sulawesi Utara ini, karena terjadi di ranah publik dan melibatkan James Arthur Kojongian (JAK)  sebagai pimpinan (Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Utara.

“Perbuatan JAK sebagai pejabat di lembaga terhormat, seharusnya menjadi panutan perilaku moral dan beretika. Kejadian ini telah menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Sulut,” kata Joice didampingi Ketua LPA Sulut Jull Takaliuang, Swara Parangpuan Sulut, Vivi George, Ketua PERUATI Suluttenggo, Ruth Ketsia dan Ketua Terung ne Lumimuut Sulut  Marhaeni Mawuntu  usai mendatangi Badan Kehormatan DPRD Sulut Senin (01/02/21).

Peristiwa ini menjadi momentum untuk mengungkap kasus-kasus kekerasan seperti ini yang belum tertangani maksimal, transparan, dan tuntas bahkan tertutup dan ditutup rapat sehingga praktek ini terus langgeng terjadi di masyarakat dan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku.

Tidak terungkapnya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan mengakibatkan korban semakin mengalami luka batin sepanjang hayatnya yang sulit tersembuhkan bahkan berujung kematian. Korban tidak mendapatkan jaminan atas hak keamanan dan keadilan.

Oleh karena itu, untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak, maka GPS yang terdiri dari lembaga-lembaga yang concern terhadap isu perempuan dan anak, serta organisasi berbasis agama dan komunitas pendukung lainnya menuntut agar James Arthur Kojongian segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai anggota DPRD Provinsi Sulut.

Selanjutnya GPS juga  mendesak:

  1. Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Utara untuk segera mengambil langkah tegas dengan memberhentikan James Arthur Kojongian (JAK) dari jabatannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Utara. 
  2. Partai Golongan Karya (GOLKAR) melalui Dewan Pengurus Daerah Partai GOLKAR SULUT dan kepada Dewan Pengurus Pusat Partai GOLKAR mengambil keputusan untuk segera memberhentikan James Arthur Kojongian dari jabatan kepengurusan Partai GOLKAR Provinsi Sulawesi Utara (tidak hanya “menonaktifkannya”).
  3. Aparat Penegak Hukum untuk memberikan jaminan perlindungan dan keadilan bagi korban sebagai wujud pemenuhan Hak Asasi Perempuan dan anak sebagaimana dijamin dalam Konstitusi Negara dan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu Aparat Penegak Hukum diharapkan lebih proaktif dan menindak tegas proses hukum para pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak, terutama kekerasan seksual dan KDRT.  
  4. Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk meningkatkan dan mengoptimalkan sosialisasi, edukasi kepada masyarakat terkait penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta mengaktifkan layanan on call pengaduan bagi para korban yang mengalami kekerasan tersebut dan meningkatkan layanan Unit Pelayanan Terpadu Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD-PPA).
  5. Lembaga-lembaga keagamaan dan keumatan, agar memaksimalkan tindakan preventif terhadap terjadinya Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak melalui program-program edukasi yang terencana dan berkelanjutan. Lembaga-lembaga tersebut juga diharapkan terlibat aktif dalam menyuarakan dengan lantang mencegah terjadinya kekerasan, menyediakan sarana dan prasarana melalui layanan pengaduan (hotline service) serta pendampingan kerohanian (pelayanan pastoral) yang intens  kepada umatnya yang mengalami kekerasan.
  6. Setiap keluarga melindungi dan mencegah berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. 
  7. Perempuan harus berani melawan, bersuara, dan melaporkan praktek kekerasan yang terjadi di rumah (ranah domestik) maupun di ranah publik.
  8. Media masa agar dalam pemberitaannya terkait kekerasan mengedepankan kode etik jurnalistik pemberitaan dengan perspektif perempuan dan anak.
  9. Masyarakat tidak menjadikan media sosial sebagai sarana perundungan (bullying), penghakiman sepihak kepada perempuan dan anak sebagai korban.
  10. Semua pihak, perempuan dan laki-laki,  bersatu melakukan aksi ‘Stop Kekerasan kepada Perempuan dan Anak dalam segala bentuk.

GPS berharap pernyataan dan sikap ini segera mendapat respon positif dan tindak lanjut yang tegas. ” Kami menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Kehormatan DPRD Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, DPD Partai GOLKAR SULUT, dan DPP Partai GOLKAR, Aparat Penegak Hukum terkait, lembaga-lembaga keagamaan, serta masyarakat Sulawesi Utara, atas perhatian dan dukungan,” tutup Joice.

Berikut 20 Organisasi yang menyatakan sikap

  1. Yayasan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (YAPPA) Sulut
  2. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulut
  3. Asosiasi Pastoral Indonesia (API) Wilayah XI
  4. Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi di Indonesia (PERUATI) Suluttenggo
  5. Swara Parangpuan Sulut
  6. Yayasan Pelita Kasih Abadi (PEKA) Sulut
  7. Lembaga Pendampingan Perempuan dan Anak “Terung Ne Lumimuut” Sulut  
  8. Pusat Studi Gender Universitas Negeri Manado (Unima)
  9. Yayasan Suara Nurani Minaesa
  10. Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) Cabang Metro Manado
  11. Persekutuan Perempuan Adat Nusantara AMAN (Perempuan AMAN)
  12. Aliansi Masyarkat Adat Nusantara (AMAN), wilayah Sulut
  13. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado
  14. Persekutuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) Sulut
  15. Gerakan Siswa Kristen Indonesia (GKSI) Sulut
  16. Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (Pukkat)
  17. Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Sulut
  18. Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Manado
  19. Gerakan Cinta Damai Sulawesi Utara (GCDS)
  20. Pusat Kajian Perempuan LPPM Unsrat Manado.(*/jm)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *