oleh

Wisata Politik – Suatu Alternatif Wisata Unik

Teddy Tandaju, SE. MBA. Dosen Prodi Manajemen
Steven Kawatak, SE., M.Ec. Dosen Prodi Hospitality & Pariwisata
Unika De La Salle Manado

Hingga saat ini, aspek pariwisata politik belum begitu luas dibahas ataupun diteliti oleh para ahli pariwisata dunia maupun nasional. Meskipun sebenarnya di Indonesia telah ada pendapat tentang topik ini yang dikemukakan pakar pariwisata namun penelitian ataupun pembahasan lanjutan terkait salah satu unsur pariwisata unik ini belum dikembangkan dengan luas.

Yang pernah dibahas berkali-kali dalam berbagai jurnal ilmiah maupun seminar adalah politik dalam pariwisata serta dampak yang dihadapi oleh berbagai stakeholders. Secara esensi, pariwisata politik dan politik pariwasata merupakan dua hal yang berbeda. Dalam paparan artikel ini, dibahas bagaimana politik, yang salah satu unsur politik adalah pesta demokrasi, dapat dijadikan suatu daya tarik/objek wisata; bukan politik dalam pariwisata.
Sekitaran dua bulan lalu kita telah merayakan pesta demokrasi serentak untuk beberapa wilayah di Indonesia. Pesta demokrasi pada 9 Desember 2020 yang didahului oleh masa pendaftaran serta sosisalisasi pasangan calon mengabiskan kurang lebih total waktu 6 bulan. Kurun waktu 6 bulan ini, wajah kota Manado dan beberapa kota serta provinsi di Indonesia pun berubah total dimana terjadi suatu fenomena yang pernah kami angkat sebagai ‘wisata wajah’. Nuansa kota/kabupaten pun berubah dengan tampilan sentuhan ‘politik’ yang tentunya menarik juga untuk dinikmati.


Jika dilihat dari teori Prof Leiper (2004), pakar pariwisata international, suatu atraksi wisata adalah hal apa saja yang dapat menarik perhatian dan untuk dinikmati. As simple as that. Selama suatu hal memiliki daya tarik, itu dapat disebut sebagai suatu tourist attraction. Mari kita lihat dengan masa kampanye dan pemilihan anggota legislatif dan eksekutif, apa yang terjadi dengan wajah kota kita? Kota Manado penuh dengan berbagai ornamen dan dekorasi politik, bukan hanya hiasan yang digantung dan ditempelkan di kendaran, jalan atau rumah/bangunan, bahkan kustom sebagian orang pun memiliki unsur politik. Sempat terpikir, bahwa hal ini menjadikan masa pesta demokrasi sebagai suatu daya tarik politik yang cukup unik yang dapat dinikmati dan dirasakan masyarakat yang notabene adalah target utama pesta demokrasi ini. Kenapa? Setelah dialami, diamati, dan bertanya kepada beberapa teman di luar negeri (di Jepang, Amerika, Australia, Canada dan Italia) suasana pesta demokrasi di sana ternyata relatif ‘sunyi sepi’ dibandingkan dengan kita disini yang cenderung ‘gegap gempita & ramai meriah’. Meskipun diakui selama masa pandemic Covid 19, kampanye tidak semeriah dan se-‘geger’ masa-masa sebelumnya.
Apakah di Jepang sana banyak masyarakat yang se-histeris dan se-eforia seperti kita di Indonesia khususnya Kota Manado? Ternyata mereka biasa-biasa saja. Masyarakat cenderung bertindak personal saja jika ada kampanye politik. Di beberapa negara, bertanya atau berdiskusi pribadi tentang pilihan partai politik dianggap sebagai suatu yang sangat sensitive dan personal. Hal ini bisa dilihat dalam buku Changes (International Communication), Richards et al (2000) terdapat satu pembahasan dimana berbicara politik merupakan ‘touchy topic’. Di Australia sendiri, saat dilaksanakan pesta demokrasi, komisi pemilihan akan memberlakukan aturan yang sangat ketat tentang masa kampanye dan hari pemilihan. Setiap bahan kampanye harus mendapat izin dan otorisasi badan terkait.
Bagaimana dengan kita? Rasanya bertanya partai apa yang diusung seseorang menjadi hal yan lumrah bahkan tanpa ditanyapun, secara terang-terangan seseorang akan menyatakan pilihannya. Dengan demikian, kesempatan pesta demokrasi ini dapat diangkat sebagai suatu atraksi alternatif dalam menarik daya tarik turis baik lokal terlebih turis international yang ingin merasakan dan menikmati langsung betapa gempitanya Pariwisata Politik di Indonesia yang sarat dengan berbagai keramaian dan tindakan ‘manis’ maupun ‘pahit’.
Dengan demikian, Destination Management Organisation (DMO) daerah dapat memanfaatkan moment ini untuk dapat menjalin kerja sama dengan para stakeholder terkait guna mendukung lebih terciptanya suasana pariwisata politik ini. Hal sederhana yang dapat dilakukan semisalnya meminta seluruh industri pariwisata, direct & indirect stakeholders, menampilkan ornamen partai politik dilokasi usahanya secara netral, menciptakan lokasi khusus bagi masyarakat untuk dapat berkunjung, belajar, mendapat pemahaman tentang politik, sejarah partai politik, profil, visi & misi serta track records calon, ataupun merasakan menjadi calon legislatif maupun ekeskutif melalui berbagai fasilitas dan aksesoris yang disediakan serta berbagai ornamen politik lainnya.
Di Kota Manado belum terlihat hal ini namun di beberapa kota di Indonesia, kami amati telah ada yang memberi perhatian terhadap hal di atas. Oleh karenanya, pesta demokrasi yang dilaksanakan sekali dalam jangka waktu kurang lebih lima tahun hendaknya dimanfaatkan sebagai moment menaikan pamor wisata sekaligus sebagai ajang promosi daerah. Dan secara tak langsung memberdayakan potensi masyarakat dalam hal meningkatkan kreatifitas dan inovasi masyarakat.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *