oleh

PLN Lakukan Co-firing Biomass, Serbuk Gergaji dan Eceng Gondok Kini Punya Nilai Ekonomi

Barometer.co.id-Manado. PT PLN Unit Pelaksana Pengendalian dan Pembangkitan (UPDK) Minahasa telah melakukan ujicoba Co-firing dengan menggunakan tiga jenis biomass di Unit 2 PLTU Amurang, pada 25 Juni 2021 lalu. Tiga jenis biomass yang digunakan yaitu sawdust (serbuk gergaji), woodchip pohon kaliandra dan eceng gondok. Penggunaan tiga jenis biomas tersebut dapat membuka peluang ekonomi bagi masyarakat.

Sebelumnya, tiga biomass tersebut tidak mempunyai nilai ekonomi. Sawdust biasanya tidak dimanfaatkan oleh pengusaha rumah panggung di Woloan, Tomohon maupun di tempat lain. Bahkan eceng gondok di Danau Tondano dibiarkan begitu saja sampai memenuhi sebagian permukaan danau. Tanaman tersebut bahkan menjadi beban bagi Kabupaten Minahasa karena membutuhkan biaya yang cukup besar untuk membersihkannya. Woodchip Kaliandra juga sebelum ini belum dimaksimalkan pemanfaatannya.

Andreas Arthur.

Namun dengan adanya Co-firing yang dilakukan oleh PLN UPDK Minahasa di PLTU Amurang, tiga jenis biomass tersebut kini memiliki nilai ekonomi. Di mana ketiganya kini menjadi bahan baku untuk dicampur dengan batubara yang digunakan di PLTU Amurang untuk menghasilkan tenaga listrik.

“Saat ini kami menggunakan campuran 95 persen batubara dan lima persen biomass. Jumlah lima persen kelihatannya kecil, namun jika melihat satuannya sangat banyak yakni mencapai ribuan kilogram,” kata Andreas.

Untuk membangkitkan 1 kWh di PLTU dibutuhkan 21,5 ton batubara. Jika dilakukan co-firing 5 persen, berarti dibutuhkan sekitar 5 ton biomass. Dan jika PLTU dioperasikan 10 jam sehari, maka biomass yang dibutuhkan mencapai 50 ton. Jadi jumlah biomass yang dibutuhkan sangat banyak. Kebutuhan yang besar tersebut tentu merupakan peluang yang sangat besar bagi masyarakat untuk memanfaatkan apa yang selama ini tidak mempunyai nilai ekonomi. Dalam Prognosa biaya produksi yang dilakukan PLN, harga biomass adalah Rp550/kg, sementara batubara Rp650/kg.

“Kami berharap nantinya UMKM dapat menyediakan biomass tersebut untuk keberlanjutan dari Co-firing ini. Dengan demikian, Co-firing dapat terus kami lakukan, dan masyarakat pun bisa mendapatkan keuntungan darinya,” jelas Andreas.

Saat ini menurut Andreas pihaknya bekerjasama dengan Pemkot Tomohon untuk menyediakan sawdust. Sebab di Tomohon ada industri rumah panggung yang tentunya memiliki banyak sawdust atau serbuk gergaji. Ke depannya, ia mengatakan akan mengajak pemerintah daerah lain yang memiliki industri rumah panggung untuk ikut menyediakan sawdust ini.

Sementara untuk eceng gondok akan memanfaatkan yang ada di Danau Tondano. “Untuk eceng gondok ini, yang harus jadi perhatian dari UMKM adalah, kami hanya menggunakan batangnya. Jadi jika nantinya UMKM di sana mengolah eceng gondok tersebut, yang dijual kepada kami hanya batangnya saja. Jangan membawa dengan daun dan akarnya, sebab tidak akan digunakan,” tambah Andreas. Demi keberlangsungan Co-firing ini, ia juga berharap harga tiga biomass tersebut tidak naik. Sebab jika harganya sudah tinggi, maka salah satu manfaat dari Co-firing ini tidak akan tercapai, yakni efisiensi. “Jika harganya sudah sama atau bahkan lebih tinggi dari batubara, maka tentu kami akan mempertimbangkan kembali penggunaan biomass tersebut,” ujar Andreas seraya menambahkan, untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas harga perlu adanya campur tangan pemerintah daerah.(jm)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *