oleh

Peran Perempuan Dalam Pemilihan Umum

Eva Keintjem (Ketua Bawaslu Minsel)


– Perempuan telah memiliki peran yang cukup besar dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Salah satu bukti bangkitnya perempuan Indonesia adalah ketika Kongres Perempuan pertama kali diselenggarakan pada tanggal 22 Desember 1928. Kesempatan perempuan untuk menjajaki ranah publik sebenarnya semakin terbuka lebar akibat munculnya semangat untuk mendorong kesetaraan gender dari organisasi internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Hal tersebut ditegaskan dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination af All Forms of Discrimination against Women) atau CEDAW yang ditetapkan pada 18 Desember 1979.

Selanjutnya, Indonesia meratifikasi konvensi tersebut ke dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1984 sebagai penegasan agar terwujudnya persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia. Bentuknya dengan menghapus praktek diskriminasi yang menghambat kemajuan perempuan. 

Peran perempuan sejatinya tidak hanya membangun diri dan keluarganya, tetapi juga membangun Negara dan masyarakat, negara akan kuat jika ada perempuan kuat di dalamnya. Eksistensi peran perempuan dalam membangun negara adalah diberikan kesempatan seluas-luasnya bagi perempuan untuk membangun demokrasi yang lebih baik. Hal ini nampak jelas ketika negara menjamin hak perempuan untuk dilibatkan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum. 

Adanya tekad untuk melibatkan perempuan sebagai wujud persamaan hak dan kedudukan dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum baik sebagai kontestan maupun sebagai Penyelenggara Pemilu diperkuat dengan landasan hukum sebagai payung untuk menjamin persamaan hak dan kedudukan tersebut. 

Eksistensi perempuan dalam Pemilihan Umum telah ada sejak pemilu pertama dalam sejarah Indonesia pada tahun 1955.  Pada masa itu telah berdiri Partai Perempuan yang turut bertarung yakni Partai Wanita Indonesia/Partai Wanita Rakjat. Pada Pemilu 1955 terdapat 19 orang perempuan yang terpilih sebagai anggota parlemen yaitu 4 dari PNI, 4 dari Masyumi, 5 dari NU, 5 dari PKI dan 1 dari PSI. 

Memasuki era reformasi, peran perempuan dalam eksistensi pemilu khususnya sebagai kontestan perlu ada peningkatan. Hal ini untuk lebih menjamin hak-hak kaum perempuan, terbukti dengan diakomodirnya ketentuan keterwakilan perempuan dalam Undang-Undang nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD pasal 65 ayat (1) dengan memberikan ketentuan kepada Partai Politik peserta pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.


Begitupun halnya dalam penyelenggara Pemilu, negara telah menjamin hak-hak kaum perempuan untuk terlibat dalam menyelenggarakan Pemilu. Hal ini disahkannya dengan Undang-Undang nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu oleh DPR pada bulan April 2007.
Dalam Undang-Undang tersebut, mengatur keterlibatan perempuan dalam Keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sekurang – kurangnya 30%  (Pasal 6 ayat (5)) dan dalam Keanggotaan Bawaslu, Panwaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 30%  (Pasal 73 ayat 8). Ketentuan ini terus diberlakukan ketika adanya revisi terhadap Undang – Undang-Undang nomor 22 tahun 2007 menjadi Undang-Undang nomor 15 Tahun 2011, tetap menyertakan keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggaraan Pemilu sebagaimana ketentuan pada pasal 6 ayat (5) dan pasal 72 ayat (8) serta terakhir Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menegaskan ketentuan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% baik sebagai kontestan maupun sebagai penyelenggara.

Jika melihat kenyataan di lapangan, harapan terhadap peningkatan peran perempuan baik sebagai kontestan Pemilu maupun sebagai Penyelenggara Pemilu sebagaimana ketentuan Peraturan Perundang-Undangan masih jauh dari harapan. Tetapi setidaknya kesuksesan Partai Politik menempatkan banyaknya anggota legsilatif dari kaum perempuan mulai Pemilu tahun 1955 s/d Pemilu tahun 2019 serta besarnya keterlibatan kaum perempuan Sebagai Penyelenggara Pemilu diberbagai tingkatan merupakan bukti bahwa peran perempuan  memiliki andil besar dalam menciptakan Demokrasi Bangsa yang bermartabat.(*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *