Barometer.co.id-Manado. Inflasi year on year (yoy) atau tahunan Sulawesi Utara tahun 2024 hanya 0,44 persen dan merupakan yang terendah sepanjang sejarah. Inflasi Sulut tahun 2024 juga jauh di bawah nasional yang sebesar 1,57 persen sekaligus terendah kedua secara nasional.

“Inflasi tahun 2024 Sulut yang sebesar 0,44 persen ini memang merupakan yang terendah sepanjang sejarah,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Utara, Aidil Adha kepada Barometer.co.id, Jumat (03/01/25).

Inflasi Sulut ini juga berada di bawah target pemerintah yakni 2,5 +/- 1 persen atau di rentang 1,5 persen hingga 3,5 persen. Sementara inflasi nasional yang juga merupakan terendah sepanjang sejarah, masih berada di rentang target pemerintah.

Aidil mengatakan, secara umum, rendahnya inflasi Sulut tahun 2024 terutama disebabkan oleh dua komoditas, yakni daging babi dan cabai rawit. Selain itu, rendahnya inflasi Sulut tahun 2024 juga ikut didorong oleh deflasi month to month yang terjadi pada bulan Desember 2024 sebesar -0,07 persen. Padahal biasanya pada bulan Desember terjadi inflasi.

“Komoditas yang paling mempengaruhi rendahnya inflasi Sulut tahun 2024 ini adalah daging babi. Di mana daging babi ini sejak tahun 2023 harganya sangat tinggi karena adanya virus ASF dan berlanjut hingga pertengahan tahun 2024. Harga daging babi ini kemudian mulai turun dan stabil, tidak terjadi kenaikan yang tinggi ataupun turun lagi,” kata Aidil kepada barometer.co.id, Jumat (03/01/25).

Komoditas lainnya yang juga mempengaruhi rendahnya inflasi Sulut adalah cabai rawit, terutama pada bulan Desember 2024. Cabai rawit sendiri merupakan salah satu komoditas yang palling mempengaruhi inflasi di Sulawesi Utara.

“Secara tahunan, komoditas daging babi hanya terjadi inflasi 0,95 persen, sementara cabai rawit mengalami deflasi yang cukup dalam yakni -1,13 persen,” jelas Aidil.

Komoditas berikutnya yang menjadi pendorong inflasi tahunan adalah emas perhiasan 0,24 persen, minyak goreng 0,15 persen, bawang merah 0,14 persen dan ikan tude 0,12 persen. Sedangkan komoditas yang mengalami deflasi selain cabai rawit adalah tomat -0,27 persen, cabai merah -0,17 persen, telepon selular -0,06 persen dan angkutan udara -0,06 persen.

Aidil mengatakan, pengendalian inflasi secara nasional yang dilakukan pemerintah pusat dengan melakukan rapat setiap minggu bersama kepala daerah, kemungkinan juga menjadi penyebab inflasi di Sulut rendah.

“Pengendalian inflasi yang dilakukan pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah kemungkinan ikut berperan terhadap rendahnya inflasi baik secara nasional maupun di Sulut. Namun inflasi yang terlalu rendah seperti yang terjadi tahun 2024 juga tidak baik,” katanya.

Terkait daya beli yang menurun menjadi penyebab inflasi tahunan di Sulut hanya 0,44 persen, Aidil mengatakan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

Secara nasional, inflasi year on year tertinggi terjadi di Papua Pengunungan sebesar 5,36 persen, dan terendah terjadi di Gorontalo -0.79 persen. Gorontalo menjadi satu-satunya provinsi yang mengalami deflasi secara tahunan di Indonesia.

Secara month to month, inflasi Indonesia sebesar 0,44 persen. Inflasi tertinggi terjadi di Papua Pegunungan 2,39 persen dan terendah di Maluku -0,41 persen. Sulut sendiri terendah ketiga secara nasional sebesar -0,07 persen setelah Papua Barat Daya -0,11 persen.(jou)