Barometer.co.id-Amurang. Sejak 20 Januari bulan lalu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah turun di Minahasa Selatan (Minsel). Sesuai rencana, auditor negara ini akan menyelesaikan tugas tahap I sampai 23 Februari. Diharapkan BPK dapat lebih teliti lagi dalam pemeriksaan. Terutama pasa penggunaan dana Covid-19 dan hibah KONI serta PMI.
Desakan agar hibah KONI dan PMI datang bukan saja dari praktisi olahraga, namun kalangan pemerhati dan warga umum Minsel. Desakan ini tak lain dikarenakan tahun 2020 kemarin, praktis tidak ada kegiatan olahraga maupun PMI yang dapat ‘menguras’ dana hibah. Apalagi KONI yang memang sepanjang tahun kemarin tidak ada even, bahkan sekedar pembinaan atlit. Bukan itu saja, bonus atlitpun tidak kunjung disalurkan.
“BPK sudah seharusnya memeriksa lebih teliti lagi pada dana hibah di KONI dan PMI. Alasannya jelas hibah sebesar masing-masing Rp 750 juta dan Rp 850 juta dipakai apa saja? Sedangkan praktis tidak ada kegiatan yang berkaitan dengan tugas pokok keduanya. Kalaupun ada, kami yakin tidak dapat menghabiskan dana hibah,” sebut pemerhati masalah korupsi Minsel, Jhon Senduk.
Ketua GMPK ini juga menyorot hibah KONI yang bisa saja dipergunakan secara pribadi oleh ketuanya. Peluang ini terbuka dengan terkuaknya skandal perselingkuhan yang nyaris merenggung nyawa istrinya. Malah dia mendesak hibah pada tahun-tahun sebelumnya kembali dibuka. Dia beralasan kemungkinan penyimpangan juga terjadi selama kepemimpinan James Arthur Kojongian (JAK).
“Dari pengamatan kami, hibah KONI bukan tidak mungkin hanya menjadi ATM dari keluarga penguasa. Ini jelas bila dikaitkan dengan Cabor (cabang olahraga,red) mengeluh karena tidak mendapat perhatian. Dana hibah tidak mengalir sampai ke bawah. Kemudian jadi pertanyaan besar, kemana dana hibah mengalir? Apakah ada kaitan dengan kasus selingkuh yang sudah diperiksa oleh BK DPRD Sulut atau ada lainnya?,” paparnya.
Setali tiga uang juga pada hibah PMI. Setiap tahun PMI mendapatkan hibah Rp 1 miliar, kecuali tahun kemarin yang ‘hanya’Rp 850 juta. Apa saja kegiatan PMI sehingga mampu menghabiskan dana hibah. Sedangkan dari informasi yang masuk, tiap kali kegiatan lebih banyak ditanggung oleh dinas.
“Kami minta dana PMI diperiksa dan ada juga kemungkinan tumpang tindih dengan Dandes (Dana desa,red). Jangan sampai kegiatan yang menggunakan Dandes kemudian di claim sebagai kegiatan PMI. Begitu pula dengan kegiatan-kegiatan lain,” pungkasnya.(nov)