Barometer.co.id-Manado. PT PLN (Persero) UIKL Sulawesi, UPDK Minahasa mulai melaksanakan Operasi Komersil/Go Live Cofiring di Unit 2 PLTU Amurang dengan menggunakan biomass sawdust (serbuk gergaji), Selasa (26/04). Pelaksanaan operasi komersil ini merupakan tindak lanjut dari hasil ujicoba cofiring yang telah dilakukan pada 25 Juni 2021 silam di PLTU Amurang.

Pelaksanaan cofiring ini dilakukan dengan melakukan pencampuran antara batubara dengan sawdust (serbuk gergaji) dengan komposisi 95% Batubara dan 5% Biomassa sawdust.

Manager PLN UPDK Minahasa, Andreas Arthur bersama jajaran meresmikan operasi cofiring biomass sawdust di PLTU Amurang, Selasa (26/04).

Manager UPDK Minahasa, Andreas Arthur mengatakan, pelaksanaan ini dapat dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari PLN Pustilbang dengan mempertimbangkan kompatibilitas antara bahan bakar tersebut dengan peralatan Boiler di PLTU Amurang. Adapun hasil uji yang telah dilaksanakan oleh PLN PUSLITBANG didapatkan data sebagai berikut:

  1. Dari hasil pengujian sampel bottom ash dan fly ash ujicofiring sawdust 5% diperoleh kandungan unburned carbon yang lebih rendah dan di bawah batasan nilai 1%
  2. Nilai SCC (Spesific Coal Consumption) pada operasi 100% batubara dengan SCC Nett 1,09 kg/kWh menurun saat dioperasikan cofiring sawdust 5% menjadi SCC nett 1,03 kg/kWh.
  3. Berdasarkan perhitungan SCC dengan harga batubara pada ujicoba tersebut dengan membandingkan harga batubara dan sawdust pada saat ujicoba, maka didapatkan penghematan biaya produksi pada operasi cofiring 5% sawdust sebesar Rp 46,67/kWh (nett)
  4. Emisi NOx masih memenuhi batas baku mutu KLHK (550 mg/Nm3) dengan kecenderungan turun dari 312,97 mg/Nm3 pada pengujian operasi 100% batubara menjadi 277,78 mg/Nm3 pada cofiring sawdust 5%
  5. Emisi SO2 masih memenuhi batas baku mutu emisi KLHK (550 mg/Nm3) dengan kecenderungan turun dari 158,73 mg/Nm3 pada pengujian coal firing menjadi 122,98 mg/Nm3 pada cofiring sawdust 5%

“Berdasarkan data tersebut didapatkan bahwa pelaksanaan cofiring menggunakan sawdust memberikan manfaat di antaranya penurunan SCC, penurunan Emisi NOx, SO2 dengan kecenderungan turun. Selain itu didapatkan penghematan biaya produksi pada operasi cofiring 5 persen hingga Rp 46,67/kWh (nett),” jelas Andreas, Selasa (26/04).

Selain mendapatkan manfaat dari berkurangnya penggunaan batu bara, cofiring ini menurut Andreas juga membuat PLTU Amurang ini dapat mengurangi emisi.

“Artinya kita bukan hanya mensubstitusi dari batu bara menjadi bahan bakar biomas, atau mereduksi energi fosil, tetapi juga memperbaiki kondisi lingkungan. Hal ini seiring dengan transformasi PLN, terutama pada poin Green,” kata Andreas seraya menambahkan, jika cofiring ini dapat dilakukan secara kontinyu, maka emisi juga akan bisa ditekan.

Andreas mengatakan, tantangan yang dihadapi UPDK Minahasa dalam pelaksanaan cofiring di PLTU Amurang adalah keterbatasan ketersediaan pasokan sawdust. Kemampuan pasok di Sulawesi Utara saat ini belum kontinyu sehingga diperlukan ekosistem yang dapat menunjang ketersediaan pasokan biomassa yang digunakan dalam operasi pembangkit.

“Untuk itu kami mengajak UMKM atau pelaku usaha mikro yang berkecimpung di bidang serbuk gergaji dapat bekerjasama dengan kami,” katanya.

Saat ini PLN UPDK Minahasa baru melakukan cofiring di PLTU Amurang Unit 2 selama dua jam dengan kebutuhan 2 ton sawdust. Stok yang ada saat ini di PLTU Amurang cukup untuk 20 hari.

Pada tahap ini PLTU Amurang hanya menggunakan 5% biomassa dari kebutuhan batubara untuk operasional pembangkit. Melihat semangat energi terbarukan di PLN dan Indonesia, diharapkan di masa yang akan datang akan dilakukan operasi cofiring biomassa dengan persentase yang lebih besar.(jm)