Barometer.co.id – Amurang 
Desa Tanamon, Kecamatan Sinonsayang, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) sampai saat ini masih  kental dengan adat dan budayanya. Salah satu berupa adat pernikahan antar harta atau persembahan antar belanja.
 Rangkaian ini merupakan salah satu proses adat yang harus dilewati sebelum melangsungkan pernikahan atau ijab kabul dilakukan. Prosesinya keluarga pengantin pria mengantar mahar pernikahan kepada calon pengantin wanita. Keluarga pengantin pria akan membawa mahar, yang sebelumnya telah disepakati pada saat prosesi adat peminangan.

Cukup beruntung, Barometer.co.id yang berkunjung ke Tanamon menyaksikan proses adat tersebut. Kali ini dari keluarga besar calon mempelai lelaki Fahri Humena warga Desa Tanamon, jaga 3.

Keluarga ini telah mempersiapkan mahar atau antar belanja dan yang akan diantar ke rumah keluarga calon mempelai wanita bernama Lisa Arbi. Calon mempelai wanita kebetulan satu desa dengan calon lelaki berada di jaga 9.

“Ini merupakan adat dan budaya tradisi turun temurun di desa Tanamon termasuk dengan Desa Tanamon Utara. Dulunya kita masih satu desa belum ada pemekaran desa. Kami keluarga besar dari mempelai lelaki serta undangan rencana hari ini Sabtu (20/08),” ujar saidin Tubuon merupakan keluarga dari pihak lelaki.

Prosesi dimulai seusai sholat Isa menghantar antar belanja ke pihak keluarga calon mempelai wanita. Namun sebelum kami menghantar kesana, kebiasaan kami selalu menyiapkan hidangan atau memasak makanan dan jajanan untuk kami nikmati bersama-sama di rumah mempelai lelaki sebelum melangkah ke rumah calon mempelai wanita. “Acara seperti ini di rumah mempelai wanita juga ada” ujar Saidin.

Menurut Saidin, mahar yang dihentar uang tunai, dan mahar lainnya. “Selain antar belanja berupa uang senilai Rp 30 juta, ada beras 2 karung atau 100 kilogram dan cicin emas kawin seberat 4 gram serta seperangkat alat sholat dan sejumlah antaran lain. Jumlah antaran belanja ini sudah disepakati bersama sebelumnya antara keluarga kedua calon mempelai,” tutur mantan hukum tua setempat.

Menurut Saidi, disaat dalam acara antar belanja disitu ada pemerintah desa, tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama yang akan menyiapkan kesepakatan mereka waktu atau tanggal pernikahan bagi kedua mempelai tersebut.

Kebiasaan disini yang menentukan kapan waktu tanggal dan bulan dari kesepakatan pemerintah desa, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama. Aturan itu menyangkut budaya yang ada yaitu adanya persatuan disini, salah satunya berupa sumbangan-sumbangan dari keluarga-keluarga yang nantinya hadir dipernikahan nanti.

 “Kan kasian kalau ada acara semacam ini diberi keluasan acara kawin yang tidak dijadwalkan seperti ini bagi warga yang datang mau memberi sumbangan atau uang amplop,” imbuhnya.

Saidi menambahkan, kalau aturan budaya pemerintah di desa tersebut  untuk setiap bulannya hanya di batasi maksimal 2 acara pernikahan .

“Ya disini aturan adat dan budaya pemerintah dalam sebulan hanya boleh maksimal 2 acara pernikahan besar. Boleh dilaksanakan pernikahan lebih dari aturan itu asalkan keluarga yang minta atau mau melaksanakan pernikahan yang tidak dikeluarkan ketentuan tanggal dan bulan oleh pemerintah maka keluarga tersebut boleh melaksakan pernikahan sesuai aturan hukum pernikahan tetapi tidak boleh diacarakan besar-besaran atau undangan besar, hanya antara keluarga kedua mempelai saja. Untuk bulan september ini sudah ada dua orang yang sudah terdaftar akan menikah, jadi bisa saja keluarga yang baru antar belanja ini bisa jadi bulan oktober nanti 2022 di acarakan,” tutup Saidi.(jim)