Barometer.co.id -Boltim 
Perayaan Hari HAM Sedunia pada tanggal 10 Desember ini bukan tanpa alasan, sebagai Hari Ham Sedunia ditetapkan oleh International Humanist and Ethical Union (IHEU).

Deklarasi itu merupakan sebuah pernyataan global tentang hak asasi manusia, pada 10 Desember 1948. Peringatan dimulai sejak 1950 ketika Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengundang semua negara dan organisasi yang peduli untuk merayakannya.

Dalam deklarasi itu disebutkan hak-hak yang dimiliki setiap orang sebagai manusia, tanpa memandang ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, bahasa, asal negara, politik, properti dan status sosial lainnya.

Momentum Kesempatan Hari HAM Sedunia tidak disia-siakan bagi seluruh masyarakat adat Panang, Dusun 5, Kecamatan Kotabunan, Kabupaten Bolaangmongondo Timur (Boltim).

Masyarakat setempat mau tidak mau harus menyuarahkan hak-hak mereka, karena masyarakat didalamnya dan pada umumnya sudah lebih dari 20 tahun hak-hak mereka diduga atau sepertinya dirampas dan tidak adanya keadilan.

Mewakili masyarakat dusun Panang dalam hal ini Kepala lembaga adat Arsad Mokoagow menyatakan sejumlah sikap diantaranya Hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, Hak untuk air bersih danHak untuk energi listrik.

Beberapa hal tersebut dicanangkan pada acara hari HAM Sedunia yang digelar di halaman Masjid, Panang dusun 5 pada kemarin hari Senin (19/12).

Namun disayangkan awal acara hingga berakhirnya tidak dihadiri oleh pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab), Pemerintah Desa (Pemdes) apalagi pihak perusahaan, hanya yang hadir salah satu pribadi seorang anggota Polsek dan Bhabinkamtibmas dari Koramil wilayah setempat, serta mantan Sangadi.

“Saya sebagai kepala adat hidup bermasyarakat ditanah Panang ini dari tahun 1989, mempertanyakan dimana Hak masyarakat adat kami selama ini dari pihak salah satu perusahaan tambang yang ada, yang mana perusahaan tersebut sampai saat ini sudah berjalan 10 persen. Dan disayangkan sampai detik ini pihak perusahaan tidak pernah mengundang atau memberikan sosialisasi terhadap masyarakat dusun  Panang ini,” ujar Arsad Mokoagow

Arsad mempertanyakan pula kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) bersama dengan setiap SKPD dinas-dinas terkait yang ada, yaitu tentang hak tambang bagi masyarakat.

Pasalnya lokasi tambang berada disekitaran perbukitan dan lembah yang berdampinggan dengan Pemukiman Panang dusun 5 ini.

Selain itu diduga kejelasan perusahaan baik dari izin dan sebagainya belum jelas bagi masyarakat Panang, karena dari pada itu perusahaan yang ada selalu tertutup.

“Sebenarnya ada apa perusahaan ini dan pihak Pemerintah setempat, masakan kami dengar kalau perusahaan akan mengambil alih lokasi pemukiman masyarakat adat Panang ini dan akan dijadikan lokasi pertambangan oleh pihak perusahaan,” jelas Mokoagow.

Dengan adanya kabar seperti itu maka seluruh masyarakat adat Panang merasa tertekan, cemas dan merasakan kekwatiran bagi kelangsungan hidup seluruh keluarga mereka.

Seharusnya Pemkab setempat dapat melihat dan bertanggung jawab kepada kami kehidupan masyarakat, jangan egois dan mementingkan pihak perusahaan atau memberikan kesempatan, keuntungan semata hanya kepada pihak perusahaan dan segelintir orang didalamnya.

“Ingat kami disini ada 117 kepala keluarga dan memiliki lebih dari 300 ratus jiwa dan hampir 400 ratusan, hanya dengan kerja menambang yang ada di lokasi tanah adat kami ini, kami bolehmencukupi kebutuhan makan dan kebutuhan hari-hari keluarga kami, selain itu dengan hasil menambang kami mampu menyekolahkan anak-anak kami, disini kami sudah beranak cucu, dan mata pencarian kami 70 persen hanya dengan menambang hasil bumi ditanah adat kami ini,” urai Mokoagow.

Menurut Mokoagow dengan adanya aktivitas kerja sebagai penambang rakyat di tanah adat Panang ini justru secara tidak langsung membantu dan meringgankan persoalan negara Republik indonesia pada krisis moneter pada tahun 1998-2000 dan Dampak Covid-19.

“Saat Indonesia di goncang krisis moneter, kami masyarakat nota bene sebagai penambang disini dan pada umumnya masyarakat Panang disini tidak merasakan akan penderitaan krisis tersebut, begitu juga dampak dari Covid-19 melanda, kami disini tenang-tenang saja dan tidak merasa kekurangan, justru kami masih bisa menambang dan hasilnya bagi kelangsungan kehidupan keluarga kami saat itu dan sampai saat ini,” Pungkasnya.

Dengan adanya tidak kejelasan perusahaan dan dugaan Pemkab  setempat dianggap tertutup hal ini, maka dengan tegas atas nama masyarakat oleh kepala adat menyatakan bersatu tidak akan keluar dari tanah adat ini.

“Secara tegas kami keluarga besar tanah adat Panang dusun 5 ini menolak keras kepada Pemerintah dan Perusahaan, bahwa kami tidak akan keluar dari tanah adat ini. Dan kami mempertanyakan hak masyarakat adat dikemanakan. Dengan ini juga kami minta memohon kepada Presiden RI bapak Jokowi lihat kami, dengar seruan kami, ‘ini rakyat mu pak Jokowi, kami minta keadilan, kami belum merdeka dengan keberadaan kami saat ini,” Seru Kepala adat Panang ini.(jim)