Barometer.co.id-Tondano. Danau Tondano merupakan salah satu Kawasan Strategis Wisata Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2021. Selain itu Danau Tondano pada hakikatnya merupakan sumber kehidupan masyarakat Sulawesi Utara yaitu sebagai penyedia air tawar, pengendalian banjir, dan penunjang sumber budi daya perikanan air tawar.
Selain itu Danau Tondano juga digunakan sebagai sumber energi primer pada pembangkit listrik dengan kapasitas 52 MW pada PLTA Tonsealama dan PLTA Tanggari.
Pada saat ini Kawasan Danau Tondano terancam oleh invasi tanaman asing (bukan Asli Danau Tondano) yaitu Eceng Gondok. Pada Tahun 2020 luas tutupan danau Tondano masuk ke tingkat memprihantinkan, diperkirakan 20% luas permukaan Danau Tondano ditutupi oleh Eceng Gondong. Hal ini berpengaruh secara langsung pada operasional pembangkit listrik PLTA Tonsealama dan PLTA Tanggari terutama dalam produksi kWh yang dihasilkan.
Sebagai salah satu pemanfaat Sungai Tondano yaitu menggunakan air DAS Tondano sebagai sumber energi pembagit listrik, selama ini UPDK Minahasa berkontribusi dalam pembersihan Danau Tondano diantaranya pada tahun 2020 dimana bersama dengan Pemkab Minahasa dan Kodim Minahasa 1301. Pada kegiatan tersebut PLN UPDK Minahasa melaksanakan pengangkatan eceng gondok di Danau dan membantu menyediakan alat berat dalam upaya pembersihan Danau dari Eceng Gondok.
Selain upaya korektif diatas, PLN UPDK Minahasa juga turut aktif secara rutin dalam pembersihan eceng gondok dan sampah disepanjang DAS Tondano terutama pada areal Kolam Penangkap Sampah (KPS) Tonsealama dengan cara melaksanakan pengangkatan manual. Adapun setiap tahunnya PLN Nusantara Power UPDK Minahasa berhasil mengangkut Sampai dengan 15.000 M3 / Tahun.
Eceng Gondok sendiri bukan tanaman asli Danau Tondano. Masuknya Eceng Gondok DAS Tondano diperkirakan melalui penggunaan alat berat dari Jawa pada tahun 1995. Semenjak saat itu pertumbuhan eceng tidak terkontrol dan menyebabkan terganggunya ekosistem Danau dan DAS Tondano secara keseluruhan. Sifatnya yg sangan invasive, sangat berbahaya terutama bagi biota dan flora asli danau Tondano.
“Mengingat pentingnya pemberantasan Eceng Gondok serta pentingnya nilai Danau dan DAS Tondano bagi masyarakat Sulawesi Utara dan juga sebagai energi primer pembangkit listrik PLTA Tonsealama dan PLTA Tanggari maka Program Penyelamatan Kawasan Konsevasi Danau Tondano menjadi penting dan urgent untuk segera dilaksanakan,” ujar Manager PLN NP UPDK Minahasa, Andreas Arthur.
Upaya pemberantasan Eceng Gondok secara konvensional atau dengan cara mekanis dengan cara pengangkatan secara manual dimana metode ini membutuhkan upaya dan biaya yang cukup besar. Metode lainnya dapat menggunakan bahan kimia, yaitu menyebarkan bahan kimia tertentu untuk mematikan tumbuhan Eceng Gondok agar mati dan menghilang.
Namun cara ini dianggap berbahaya, karena tidak hanya dapat meracuni eceng gondok, tetapi juga ekosistem lain di Danau dan DAS Tondano, sehingga cara kimiawi adalah cara yg paling dihindari. Cara-cara mekanis dan kimia dianggap kurang efektif dalam mengendalikan eceng gondok untuk jangka panjang dan dapat menimbulkan permasalahan pada badan air.
Metode lain yang dianggap sangat efisien dan aman untuk pengendalian eceng gondok jangka panjang adalah pengendalian hayati yaitu dengan memanfaatkan agen biologis (Biological control). “Pengendalian hayati eceng gondok telah dilakukan di berbagai belahan dunia dan dinyatakan berhasil di negara bagian Florida Amerika Serikat, India dan juga Afrika Selatan,” ujar Andreas.
Universitas Sam Ratulangi bersama PLN Nusantara Power UPDK Minahasa berinisiasi melaksanakan pemberantasan Eceng Gondok dengan menggunakan metode pengendalian hayati atau memanfaatkan agen Biologis. Pada umumnya terdapat banyak agen biologis, bisa berupa bakteri, serangga, jamur, dan lain-lain.
Namun pada pertemuan bertempat di PLN Nusantara Power UPDK Minahasa, antara Unsrat dan PLN NP UPDK Minahasa, menyepakati untuk melaksanakan penelitian dan inisiasi program Penyelamatan Kawasan Konsevasi Danau Tondano dengan menggunakan agen serangga.
Untuk Langkah awal agen serangga yang akan diteliti yaitu kumbang (Neochetina eichhorniae Warner dan Neochetina bruchi hustache) dan sejenis Wareng (Megamelus Scutellaris). Adapun pilihan agen-agen lainnya akan disesuaikan dengan kesesuaian dan kemampuan serangga tersebut untuk beradaptasi pada lingkungan Danau dan DAS Tondano.
Hal positif yang didapat dari penggunaan serangga tersebut diatas adalah, bahwa serangga tersebut hanya menjadi predator eceng gondok. Hal ini terjadi karena serangga yang digunakan merupakan satwa asli dari habitat Eceng Gondok yaitu Sungai Amazon.
Hal ini tentu menjadi nilai positif tambahan, dimana program pelestarian ini tidak berdampak negative kepada tanaman asli pada DAS Tondano, pertanian masyarakat, biota danau, dan juga tambak ikan.
PLN Nusantara Power UPDK Minahasa berharap dari proyek Penyelamatan Kawasan Konsevasi Danau Tondano yang menggunakan metode Pengendalian Hayati ini, yang dikerjasamakan antara PLN Nusantara Power UPDK Minahasa dan UNSRAT dapat menjadi agen perubahan dalam upaya menjaga kelestarian Danau Tondano, sehingga melalui pemberantasan eceng gondok diharapkan dapat meningkatkan supply air yang dibutuhkan pada pembangkit listrik PLTA Tonsealama dan PLTA Tanggari dan dapat meningkatkan kapasitas produksi dari kedua PLTA teraebut.
Pada saat ini Kerjasama akan diinisiasi dengan melaksanakan ujicoba skala laboratorium untuk mengetahui kecocokan agen dan dampak yang diakibatkan dari agen ujicoba. Diharapkan hasil penelitian ini mendapatkan dukungan dari stakeholder yang berada di DAS Tondano yaitu Pemerintah Daerah Sulawesi Utara, Minahasa, Minahasa Utara dan masyarakat sekitar DAS Tondano.(jm)