Manado, Barometer.co.id
Pasca pengumuman kelulusan siswa SMA dan SMK di Sulut, Jumat (05/05). Sebagian besar sekolah mulai melakukan acara penamatan siswa.
Kendati demikian, sejumlah orangtua mengeluhkan besarnya biaya yang harus ditanggung untuk mengikuti acara penamatan siswa tersebut.
Dari pantauan, sejumlah sekolah negeri di Manado pada Sabtu (06/05) mereka telah melakukan acara penamatan siswa dengan biaya Rp250 ribu per siswa yang dibebankan ke orangtua.
Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Pasalnya praktek seperti ini terindikasi sebagai salah satu bentuk pungli di dunia pendidikan terutama di sekolah-sekolah negeri yang sulit diberantas.
“Kami berharap ada perhatian serius pemerintah provinsi melalui dinas pendidikan untuk bertindak tegas. Jadi, praktek-praktek pungli tidak semakin tumbuh subur di sekolah. Pihak dinas juga jangan “tutup mata”. Harus ada tindakan tegas bagi kepsek- kepsek sekolah negeri yang masih menerapkan praktek-praktek pungli,” harap sejumlah orangtua siswa sembari meminta namanya tak dikorankan.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sulawesi Utara (Sulut) Meilany Limpar SH MH menegaskan bahwa dalam Pergub Nomor 20 Tahun 2021 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pembiayaan Pendidikan SMA, SMK dan SLB di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), jelas diatur terkait sumbangan sukarela.
Di mana, sumbangan sukarela dimaksud sebagai pembiayaan pendidikan yang bersifat sukarela yang tidak memaksa tidak mengikat, tidak ditentukan jumlahnya, dan tidak ditentukan jangka waktunya oleh satuan pendidikan. Adapun dalam Pergub ini juga sudah jelas diatur terkait komponen apa saja yang dapat dibiayai dengan menggunakan sumbangan sukarela tersebut.
“Jadi, kegiatan penamatan tidak termasuk dalam komponen pembiayaan dalam pergub ini sehingga permintaan uang untuk penamatan siswa tersebut tidak ada dasar hukumnya,” sebut Limpar, Sabtu (06/05).
Ditambahkannya lagi, yang sering terjadi pihak satuan pendidikan atau pihak sekolah selalu menyampaikan bahwa acara penamatan merupakan inisiatif dari para siswa sehingga penyelenggaraannya pun dilaksanakan sepenuhnya oleh siswa dan sudah disepakati oleh orang tua.
“Perlu dipahami bahwa sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah harus tunduk pada aturan-aturan yang sudah diatur dan tidak berlaku kesepakatan, karena sekolah adalah area publik bukan area private yang bisa melakukan kesepakatan antar pihak,” ungkapnya.
Dia juga mengaku prihatin kalau ada oknum-oknum guru yang terlibat dalam penerimaan uang penamatan siswa dengan jumlah tertentu.
“Ini jelas masuk kategori pungutan,” tukasnya.
Kendati demikian, dirinya berharap ke depan sosialisasi terkait pergub tersebut dapat lebih ditingkatkan ke seluruh masyarakat maupun stakeholder terkait.
“Apalagi kalau masih banyak kepsek SMA, SMK yang belum paham dengan pergub tersebut. Pihak Dinas Dikda Sulut harus lebih optimal melakukan sosialisasi,” tandasnya.
Dalam kesempatan terpisah, Kabid Pembinaan SMK Dinas Dikda Sulut Vecky Pangkerego SPd MPd menegaskan bahwa pihak dinas tidak pernah memberikan arahan kepada pihak sekolah untuk melaksanakan acara penamatan siswa dengan membebani siswa dan orangtua untuk mengumpulkan uang
“Semua diserahkan ke sekolah, tentu mereka juga harus bertanggung jawab apabila ada masalah,” tukas kabid.(eau)
1 Komentar
Bukan cmn di SMK atau SMA. Di SMPN pun di minta biaya penamatan Rp. 200.000
Dg alasan.. Akan melakukan penamatan, mau acara jdi catering utk Guru, siswa dan org tua murid. Mau pembuatan selempang utk di pakaikan ke siswa. Mau tdk mau.. Kami org tua harus mengusahakan biar anak kami bs lulus skolah dg baik.
Komentar ditutup.