Barometer.co.id – Amurang
Aksi unjuk rasa dilancarkan oleh Aliansi Cap Tikus yang menilai telah terjadi persekusi terhadap petani. Bukan itu saja, ada tuduhan petani cap tikus dipersulit karena seringkali menjadi sasaran penegak hukum.
Di balik aksi unjuk rasa, sebenarnya Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) memiliki perangkat hukum untuk melindungi petani dan penampung cap tikus. Robby Sangkoy (Rosa) anggota DPRD dari Fraksi Golkar mengatakan Minsel memiliki Peraturan daerah (Perda) nomor 11 tahun 2007 dan perubahannya di nomor 7 tahun 2009.
Perda yang merupakan inisitif dari DPRD ini memberikan payung hukum. Kategori yang disebut petani cap tikus, maksimal dapat menampung 1.000 liter. Mereka dibebaskan dari perizinan. Sedangkan kategori penampung sudah 1.000 liter ke atas. Bagi penampung diwajibkan mengurus izin ke Pemkab Minsel dan dikenakan retribusi.
“Pemerintah sudah memberikan payung hukum bagi petani cap tikus berupa Perda. Begitu pula pada penampung, asalkan mengurus izin seperti yang tercantum pada Perda. Sehingga melalui Perda ini, pihak kepolisian tidak boleh melakukan penyitaan cap tikus penyimpanan petani atau penampung,” tukas Sangkoy yang juga inisiator pembentukan Perda, Jumat (18/03).
Lanjut dikatakannya memang ada persoalan lain menyangkut perdagangan cap tikus. Perda hanya melindungi sampai pada penampungan. Untuk distribusi memiliki ada peraturan lain yang harus diikuti. Celah ini yang dipergunakan aparat penegak hukum.
“Setahu saya untuk distribusi atau penjualan cap tikus hanya boleh pada pabrik minuman beralkohol atau pabrikan lainnya. Selain itu juga diperlukan surat jalan dan surat permintaan atau order dari pabrikan. Bila tidak ada atau dijual pada warung atau toko, maka pihak kepolisian dapat melakukan tindakan karena sudah ilegal,” jelas Sangkoy.
Terkait pabrik penampung cap tikus juga memiliki persoalan tersendiri. Sejumlah pabrik minuman beralkohol di Kota Manado yang menjadi pembeli terbesar sudah berhenti beroperasi. Sedangkan perusahaan lainnya justru tidak mengambil bahan baku cap tikus dari petani Minsel. Padahal kedudukan pabrik berada di Minsel. Ini menjadi persoalan tersendiri.
“Kalau faktor pabrik yang dapat menampung cap tikus dalam volume besar, itu seharusnya sudah menjadi persoalan provinsi. Mungkin diperlukan format baru bagaimana agar semua kepentingan dapat terakomodir menyangkut cap tikus. Baik bagi petani, pemerintah maupun aparat penegak hukum,” terangnya.(jim)