Barometer.co.id-Jakarta. Pada semester II ini merupakan masa peralihan dari kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden RI kepada penerusnya Prabowo Subianto, ternyata mendapat sambutan positif, tidak hanya dari masyarakat, tetapi juga pelaku ekonomi.

Dari kalangan pelaku usaha melihat kebijakan investasi yang digulirkan di masa transisi ini masih di dalam koridor yang benar (on the right track). Apalagi wakil Menteri Investasi/ Wakil Kepala BKPM yang baru dilantik Juliot Tanjung menyampaikan hal yang sama.

Dia memastikan iklim investasi yang sudah kondusif sekarang ini akan terus dijaga serta bertekad untuk terus menyempurnakan sistem perizinan yang diintegrasikan melalui perangkat Online Single Submission (OSS) agar ramah investasi.

Tentunya kebijakan ini akan memuluskan roda pemerintahan ke depan serta tidak akan membuat pelaku usaha terkaget-kaget. Indikator dari kepastian iklim investasi dapat dilihat dari fundamental ekonomi yang kokoh pada semester II ini.

Mandiri Investasi Market Outlook 2024 juga menyebut prediksi yang sama pada semester II ini. Iklim investasi, selain kondusif juga berpotensi memberikan imbal hasil yang optimal bagi investor.

Hal ini dipengaruhi komitmen yang kuat dari pemerintahan Presiden Joko Widodo di masa transisi untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen.

Tidak hanya itu, defisit anggaran juga dibuat terkendali tidak melebihi 2,7 persen dari produk domestik bruto (PDB). Pemerintah, di masa transisi ini, juga belum menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) agar beban negara tetap terkendali.

Begitu pula pada penyusunan RAPBN 2025, pemerintahan, saat ini telah berkonsultasi dengan tim ekonomi calon presiden baru, sehingga kondisi keuangan negara tahun depan diperkirakan mampu mendukung sejumlah program strategis pemerintahan baru.
Energi

Energi dan industri ikutannya masih menjadi salah satu sektor andalan untuk mendorong investasi ke depan. Banyak dari industri hulu hingga hilir yang bergerak apabila sektor ini berkembang. Tentunya kalau direalisasikan bakal mendorong ekonomi tumbuh lebih kuat di 2025.

Kementerian BUMN memiliki program jangka panjang untuk mendorong transformasi ekonomi di Indonesia melalui energi terbarukan (renewable energy) dan hilirisasi tambang.

Kementerian BUMN telah menyiapkan peta jalan (roadmap) jangka panjang yang memberikan arah bagi BUMN untuk dapat menjadi mesin penggerak bagi transformasi ekonomi Indonesia 10 tahun ke depan yang berfokus pada sektor-sektor digital, ekonomi hijau, infrastruktur, dan keterlibatan sosial (social inclusion).

Selain itu, dalam lima tahun ke depan, selain Mandiri, BRI, Telkom, dan Pertamina, diharapkan akan ada BUMN lain yang masuk ke dalam perusahaan top dunia. Sebagai contoh Pelindo Group, In Journey, dan MIND ID. Perusahaan-perusahaan dengan kapasitas menengah tersebut akan menjadi besar dan diharapkan suatu hari bisa masuk ke pasar modal (IPO).

Artinya Pemerintahan ke depan akan fokus kepada BUMN yang memiliki kapasitas yang signifikan, tetapi punya kompetensi dan berwawasan ke depan agar bisa masuk ke pasar modal.

BUMN ke depan harus bisa menjadi mesin penggerak bagi perusahaan-perusahaan bisa bertumbuh dan berorientasi kepada pasar global.

Investasi untuk memperkuat modal tidak hanya bersumber dari pasar modal, tetapi bisa juga melalui kemitraan, keterlibatan swasta, dan investor strategis di pasar global.

Begitu pula di sektor perbankan sebagai instansi yang memberikan jaminan investasi di Indonesia masih menarik, tentunya berkewajiban untuk menjaga kesinambungan industri keuangan secara jangka panjang.

Hal ini dapat dilihat dari perkembangan reksa dana dan kontrak pengelolaan dana di perbankan yang mengalami kenaikan. Artinya di sini ada kepercayaan masyarakat terhadap kondisi pasar saham dan pasar obligasi di Indonesia.

Indikatornya adalah jumlah investor reksa dana naik signifikan mencapai angka 11,9 juta, yang mana sekitar 60 persen berasal dari generasi muda.

Reksa dana

Reksa dana sebagai perwakilan iklim di pasar modal, saat ini masih menjadi instrumen yang menarik dan terjangkau bagi masyarakat.

Indikator investasi masih menarik atau tidak bisa dilihat dari pasar reksa dana, sehingga menjadi kewajiban bagi manajer investasi untuk menjaga kualitas produk-produk reksa dana dapat bersaing, baik di tingkat nasional, regional, maupun global.

Direktur Utama PT Mandiri Manajemen Investasi Aliyahdin Saugi memaparkan tahun 2024, ekonomi dunia dipengaruhi beberapa isu global yang menjadi perhatian utama, yakni adanya perbedaan pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang lambat turun ditambah ketegangan geopolitik.
Kondisi ekonomi global tersebut tentu mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia. Namun, struktur ekonomi Indonesia telah mengalami banyak perkembangan. Indikatornya dapat dilihat dari Pemilu 2024 yang baru saja dilangsungkan berjalan damai yang menunjukkan kekuatan demokrasi Indonesia.

Indonesia juga mencatatkan surplus perdagangan selama 50 bulan berturut-turut, dengan pertumbuhan PDB kuartal pertama 2024 masih terjaga di atas 5 persen. Dari sisi kebijakan fiskal, Indonesia mampu menggunakan anggaran secara disiplin dan dari sisi kebijakan moneter, BI proaktif menjaga nilai tukar rupiah di tengah suku bunga AS yang masih tinggi.

Terkait investasi, aspek Environmental, Social, and Governance (ESG) sudah menjadi bagian penting dalam penyusunan portofolio investasi. Mekanisme ini membuat investor dapat berperan penting dalam keberlanjutan usaha serta mendapatkan manfaat berupa pengembalian (return) yang menarik.

Kebijakan yang menarik di bidang investasi ini tentunya akan terus dikumandangkan pelaku industri keuangan dengan harapan memberikan kepercayaan kepada pelaku usaha bahwasanya Indonesia masih menjadi tempat yang menarik untuk membenamkan modal.

Imbas dari iklim yang menarik ii tentunya juga dirasakan pelaku usaha di Ibu Kota. Hal ini terlihat dari angka kumulatif realisasi investasi dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta pada triwulan III 2023 yang menempati peringkat pertama secara nasional. Hal ini diharapkan dapat terulang pada triwulan III 2024.

Pada Triwulan III kemarin realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai 1,1 miliar dolar AS atau setara Rp16,7 triliun, sedangkan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berada di posisi Rp34,2 triliun. Angka ini naik 79 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar RP28,4 triliun.

Tingginya angka realisasi investasi di DKI Jakarta ini tidak terlepas dari kebijakan Pemprov DKI Jakarta agar seluruh jajaran melakukan berbagai inovasi untuk menghadirkan pelayanan publik yang prima, sehingga investor menjadi percaya diri untuk menanam modal di Ibu Kota.

Kepercayaan pasar, baik di tingkat nasional dan di tingkat daerah, tentunya menjadi pertanda baik bagi iklim investasi ke depan. Harapan cerah tentunya akan berlangsung hingga 2025.(ANTARA)

Oleh Ganet Dirgantara