Barometer.co.id – Amurang

Oknum diduga pelaku penggelapan tanah milik negara di Sasayaban Kelurahan Buyungon telah melaporkan penggarap yang telah mengantongi izin ke pengadilan. Oknum tersebut menuduh penggarap telah masuk ke lahan tanpa izin. Kasusnya kini sudah memasuki tahap memperlengkapi atau pembuktian berkas baik dari pengugat dan tergugat di Pengadilan Negeri (PN) Amurang.

Penggarap lahan yang dilaporkan, Sonny Sumual dan kawan-kawan didampingi kuasa hukumnya mengatakan sudah mempersiapkan berkas. Mereka sudah siap untuk  diajukan di persidangan lanjutan nanti.

“Persidangan tatap muka di ruang persidangan PN Amurang hari ini (20/07) merupakan ke-6 kalinya. Agenda dimintakan untuk memperlengkapi atau pembuktian berkas-berkas pengaduan. Untuk itu kami dengan klien saya sedang memperlengkapinya,” ujar Novry selaku kuasa hukum Sumual.

Dia juga mengatakan walaupun saat ini berkas yang ada pada mereka sebenarnya sudah lengkap. “Tetapi kami terus mengumpulkan bukti-bukti yang akurat dan para saksi-saksi untuk dihadirkan di persidangan nantinya. Sehingga kami yakin akan menang,”ujar Novry selaku kuasa hukum Sumual.

Sementara itu Sumual memastikan bahwa pihak lawan atau pengugat yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah garapannya, didasari pada data-data cacat hukum. Keyakinannya berasal dari berkas-berkas yang dikantongi bahwa tanah tersebut milik negara dan dirinya bersama warga lain diberikan kewenangan menggarap.

“Kami yakin sekali pasti menang lantaran dokumen atau berkas yang kami miliki dapat dikatakan sahih. Nah kami menduka mereka sampai mendapatkan SHM dengan cara-cara tidak benar dan kemungkinan pemalsuan,” tukas Sumual.

Dia juga menduga penerbitan SHM dengan bukti-bukti pendukung lemah dikarenakan ada oknum ‘orang dalam’ dari lembaga penerbitan SHM. Sehingga penerbitan dapat berjalan mulus. 

“Kami mengetahui dan kami sadari saya selaku pengarap tanah tersebut sudah dari sejak 1982 dan dikuatkan dengan surat garapan yang dikeluarkan oleh pemerintah kelurahan setempat pada tahun 1998. Dasar itu saya berhak untuk menggarap lahan tersebut yang pastinya lahan tersebut yang merupakan tanah milik negara,”tegasnya.

Menjadi rancu tiba-tiba saja oknum tersebut melakukan pengukuran lahan bersama sejumlah aparat Kelurahan Buyungon. Dalil bahwa sudah membeli lahan tersebut dan menyatakan bahwa lahan tersebut adalah tanah Pasini. ” Dari riwayat lahan saja sudah salah disebut tanah pasini padahal Tanah Negara,”ucap Sumual.

Lanjut kata Sumual ada kejanggalan disaat oknum tersebut melakukan pengukuran. Saat itu baik saat mengukur dan bukti kwitansi pembelian dan berkas-berkas lainya. Dia menuding adanya mafia tanah yang bermain, sehingga meski cacat tetap dapat mengantongi SHM.

“Masakan oknum pembeli yang mengatur luas lahan untuk diukur saat itu. Kwitansi pembeliaan nama penerima tidak jelas, selain itu nilai rupiah di kwitansi diduga ada yang janggal dan pemilik lahan sebelumnya tidak ada. Inilah yang menguatkan pihak kami ada dugaan mafia tanah yang terjadi,” beber Sumual.

Lanjut dikatakannya, setelah mereka melakukan pengukuran dengan pihak Kelurahan dan BPN saat itu, saya datang ke kantor BPN. Maksudnya menanyakan dan sekaligus meluruskan hal pengukuran yang tidak jelas tersebut.

“Disana kami diterima langsung oleh Kepala Kantor BPN dan salah satu petugas pengukur lahan, dalam pembicaraan intinya kepala BPN memberhentikan berkas pengukuran lahan untuk tidak dilanjutkan ke Panitia pembuatan Sertifikat. Tapi disayangkan tahun 2022 ini di bulan Februari justru terbit SHM,”kesal Sumual.(jim)