Barometer.co.id – Amurang
Kepala Badan Pertanahan (BPN) Minahasa Selatan (Minsel) Deany Keintjem dengan tegas mengatakan tanah milik negara tidak dapat diperjualbelikan. Apalagi sampai dengan diterbitkan Akte Jual Beli (AJB). 

Menurutnya lagi tanah milik negara hanya bisa dilakukan take over garapan. Sehingga yang dapat diberikan kompensasi atas tanaman. Namun untuk penerbitan AJB tidak diperbolehkan.

“Tanah negara tidak bisa di perjual belikan apalagi dengan akta. Bisa dengan take over garapan atau kompensasi,” ujar Keintjem lewat pesan singkat.

Pernyataan tegas Kepala BPN bertolak belakang dengan proses penjualan lahan di Batu Dinding Kelurahan Buyungon. Diketahui pihak Kelurahan dan Kecamatan Amurang menerbitkan AJB atas lahan tersebut. Padahal diketahui asal usulnya merupakan tanah milik negara.

Status tanah merupakan milik negara justru dibenarkan oleh Lurah dan Camat yang buktinya dikantongi oleh Jakoba Mamangkey sebagai pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah tersebut. Sedangkan pihak mengajukan permohonan penerbitan SHM sesuai dengan ketentuan.

Tidak hanya pada kasus lahan Batu Dinding, kasus serupa juga terjadi atas lahan pemerintah di Sasayaban Kelurahan Buyungon Kecamatan Amurang. Modus yang dilakukan dengan menjadikan lahan milik negara sebagai tanah pasini. Sehingga diperbolehkan terjadinya jual beli lahan.

“Kami mintakan adanya penyusutan terhadap pelaku yang mempraktekan modus mafia atas perampasan tanah. Apalagi pelaku kami patut duga dengan tegas telah berkolaborasi dengan oknum-oknum pejabat. Kalau perlu ada pengungkapan sampai tuntas,” tandas Jein Mamangkey.

Hal serupa juga disampaikan oleh Sonny Sumual selaku penggarap lahan milik negara di Sasayaban kemudian dirampas dengan penerbitan SHM. Menurutnya tidak mungkin perampasan ini dapat terjadi tanpa kerjasama oknum pejabat.

“Kita sudah punya izin menggarap sejak 1997 dan menguasainya hingga sekarang. Namun tiba-tiba ada seseorang yang tidak ada kaitannya dengan tanah tersebut kemudian mengantongi SHM. Padahal dia tidak pernah menjadi penggarap, apalagi menguasai,” papar Sumual.

Dia juga merasa heran pemerintah kelurahan kemudian ‘merubah’ status tanah negara menjadi tanah pasini. “Kan jelas-jelas ini tanah negara, bagaimana mereka kemudian meng-klaim sebagai tanah pasini dengan berbagai akal-akalan. Sekarang kasusnya sedang berjalan di PN Amurang,” tukasnya.

Dia juga meminta aparat hukum baik kepolisian atau kejaksaan membongkar mafia tanah di Minsel. Proses juga oknum-oknum pejabat yang turut terlibat. “Presiden sendiri sudah perintahkan, maka kami harapkan aparat hukum di Minsel dapat segera mengusut dan menyeret pelakunya ke penjara,” kuncinya.(jim)