Barometer.co.id.Manado. Harga komoditi andalan Sulawesi Utara (Sulut) seperti cengkih, kopra dan pala pada 2020 lalu sempat terpuruk. Namun sejak awal 2021, harga komoditi andalan tersebut beranjak naik, dan saat ini sudah berada pada level yang menguntungkan petani.

Data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sulut, harga cengkih saat ini berada di kisaran Rp15.000/kg, kopra Rp11.600/kg, pala biji Rp110.000/kg dan pala fuli Rp230.000/kg.

Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Sulut, Ronny Erungan mengatakan, dibanding tahun 2020 lalu, harga komoditi di atas sudah mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Cengkih misalnya, sepanjang tahun 2020, harga rata-rata berkisar Rp68.500/kg sampai Rp70.000/kg. Sedangkan saat ini sudah mencapai Rp115.000/kg. “Harga cengkih mulai naik pada bulan Maret yakni Rp77.000 per kilogram. Kemudian pada bulan April-Mei sudah berada di kisaran Rp93.000 per kilogram, dan pada Juni sudah mencapai Rp114.000 per kilogram. Saat ini, harga cengkih berkisar Rp15.000 per kilogram,” kata Erungan, Selasa (06/07).

Kenaikan harga yang signifikan juga terjadi pada komoditi kopra. Erungan mengatakan, pada Juni 2020, harga rata-rata kopra Rp7.200/kg. Bahkan pada bulan Oktober berada pada titik terendah dengan harga rata-rata Rp5.600/kg. Namun memasuki bulan Januari 2021, harga kopra sudah membaik dan berada di atas Rp10.000/kg. Harga tertinggi tercatat pada minggu keempat bulan April dan Mei yang mencapai Rp12.000/kg. Sementara harga rata-rata kopra pada bulan Juni 2021 sebesar Rp11.649/kg.

Komoditi andalan lainnya, yaitu pala biji dan pala fuli, harganya juga sudah bagus. Harga pala biji pada minggu keempat bulan Juni 2021 mencapai Rp110.000/kg, sementara pada Juni 2020 hanya Rp70.000/kg. Begitu juga dengan pala fuli yang saat ini harganya sudah mencapai Rp230.000/kg, sementara pada Juni 2020 harga rata-rata hanya Rp180.000/kg.

“Naiknya harga komoditi andalan Sulut ini karena permintaan memang meningkat. Dan hal ini menguntungkan para petani. Sebab dengan harga jual yang sudah jauh meningkat dibanding tahun lalu, pendapatan petani otomatis meningkat,” ujar Erungan.

Kenaikan harga ini juga menurut Erungan yang menyebabkan Nilai Tukar Petani (NTP) seperti yang dirilis Badan Pusat Statsitik (BPS) Sulut, mengalami peningkatan. Selama 2021, NTP Sulut sudah meningkat 5,85 persen, dan kenaikan tersebut merupakan yang tertinggi di pulau Sulawesi. NTP Sulut saat ini berada pada angka 108,9 dan merupakan tertinggi kedua di pulau Sulawesi. Dan hal ini menyebabkan tingkat kehidupan petani di Sulut meningkat.

“Semakin tinggi NTP dapat diartikan kemampuan daya beli atau daya tukar (term of trade) petani relatif lebih baik dan tingkat kehidupan petani juga lebih baik,” kata Kepala BPS Sulut, Asim Saputra.(jm)