Barometer.co.id-Amurang.Ketua Pansus LKPJ Pertanggungjawaban Bupati 2019, Franky Lelengboto kembali mengungkit temuan tunggakan pajak galian C di Desa Matani Kecamatan Tumpaan. Pajak galian C dari proyek ‘paka-paka ombak’ atau tanggul pengaman pantai sebesar Rp 500 juta diketahui belum terbayar. 
Dituding baik pelaksana pekerjaan maupun instansi terkait yakni Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kemungkinan memang ada niatan tidak membayar pajak. Pasalnya pekerjaan sudah tuntas dan proyek telah terbayar 100 persen sejak 2019. Seharusnya pajak yang menjadi pendapatan daerah juga sudah tuntas.
“Tunggakan pajak ini sudah menjadi temuan Pansus LKPJ tahun lalu. Kami sudah memintakan pertanggung jawaban ke BNPB maupun Dinas Pendapatan. Namun waktu itu tidak diberikan jawaban secara pasti. Padahal seharusnya menjadi pendapatan daerah yang jumlahnya tidak kecil. Mirisnya sampai sekarang juga tidak ada informasi tunggakan pajak tersebut sudah dibayarkan oleh pihak pelaksana proyek,” beber politisi PDIP yang akrab dipanggil Frato ini pada, Senin (18/01).
Lanjut dia juga mempertanyakan ke Inspektorat Minsel, apakah telah menjadi temuan atau tidak. Bila telah menjadi temuan, harusnya ditindaklanjuti. Bila telah lewat hingga lebih setahun, proses secara hukum. Sebaliknya bila tidak dijadikan temuan, tentu kerja dari Inspektorat harus diperiksa. Bisa saja terjadi ‘tutup mata’ atau memang tidak mampu.
“Persoalan ini sebenarnya sudah dapat masuk ke ranah hukum. Alasannya jelas, sudah lebih satu tahun dan dapat dimasukkan sebagai korupsi atau penggelapan pajak. Jadi kami akan bawakan lagi persoalan ini di legislatif dan bila tidak ada jalan keluar maka ke APH (Aparat Penegak Hukum, red). Intinya jangan main-main dengan uang negara,” tegasnya.
Dia juga mengungkapkan belum menyentuh pekerjaan fisik dari ‘paka-paka ombak’ di Matani. Menurunya ada beberapa perlu dicermati. Mulai dari volume pekerjaan dan material. Dia menyorot korupsi pekerjaan ‘paka-paka ombak’ Ranoyapo yang telah menyeret pelakunya ke sel. 
“Jadi selain pajak yang belum dibayarkan sejumlah Rp 500 juta, juga pekerjaannya sendiri. Baik volume maupun kualitas dan apakah sudah sesuai bestek atau tidak. Kan ada pengalaman di pantai Ranoyapo, bukan tidak mungkin terjadi di Matani,” beber Ketua Komisi III DPRD Minsel ini.(nov)