Barometer.co.id-Manado. Garuda Indonesia mendukung penuh direct call export ke Jepang yang sudah dilakukan sejak 23 September 2020 lalu. Namun, agar komoditi yang diangkut oleh Garuda setiap minggunya banyak, Sulut perlu meningkatkan kualitas produk ekspornya, terutama ikan tuna, serta melakukan diversifikasi produk.
General Manager Garuda Indonesia Manado, Vonny Fransiska Pinontoan mengatakan, untuk meningkatkan jumlah komoditi yang diekspor, ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama adalah meningkatkan kualitas ikan tuna yang menjadi komoditi utama ekspor langsung ini, dan kedua adalah mencari komoditi baru, seperti produk pertanian.
“Komoditi utama ekspor langsung ini adalah ikan tuna. Sebab Sulut dari dulu memang sudah terkenal dengan ikan tuna. Produksi ikan tuna di Sulut juga sangat banyak. Sayangnya, kualitas yang memenuhi standar di Jepang sangat sedikit. Dari 10 ekor ikan tuna yang ditangkap, mungkin hanya dua yang memenuhi standar A seperti yang dipersyaratkan Jepang. Hal inilah yang menyebabkan jumlah ekspor dari Sulut kadang hanya sedikit,” kata Vonny kepada wartawan, Kamis (04/03).
Untuk itu ia mengatakan pihak terkait harus berusaha meningkatkan kualitas ikan tuna yang ditangkap di Sulut agar memenuhi standar di Jepang. “Penerbangan langsung ini sebenarnya merupakan peluang yang harus dimanfaatkan dengan baik oleh warga Sulut. Sebab penerbangan langsung ini memangkas biaya, dan komoditi yang diangkut juga lebih segar tiba di Jepang. Dengan demikian daya saing komoditi dari Sulut meningkat dan akan meningkatkan keuntungan bagi warga Sulut,” ujar Vonny yang sebelumnya menjabat sebagai Senior Mananger Garuda Indonesia Area Bali & Nusa Tenggara.
Jika kualitas ikan di Sulut sudah baik, maka kouta ekspor langsung dapat dipenuhi dari Sulut. Penerbangan langsung ini menurut Vonny memang membawa juga komoditas dari daerah sekitar, seperti Ambon, Gorontalo, Makassar serta daerah lainnya. Terutama dari Ambon yang produksi perikanannya juga banyak.
Hal kedua yang harus dilakukan untuk meningkatkan jumlah ekspor adalah diversifikasi produk. Pemerintah provinsi dan pihak terkait lainnya harus mencari komoditi lain di luar perikanan, seperti produk pertanian, termasuk bunga Krisan Tomohon yang berpotensi.
“Kemarin saya bersama pak Doni (kepala Karantina Pertanian Manado, red) berkunjung ke Tomohon untuk melihat produksi bunga Krisan. Dan ternyata kualitasnya juga belum memenuhi syarat. Untuk itu, kami sudah memberikan panduan kepada petani bunga di sana untuk menghasilkan bunga Krisan yang layak untuk ekspor,” ujarnya.
Garuda sendiri menurut Vonny mendukung penuh direct call ini, walaupun jumlah kargo yang diangkut rata-rata belum memenuhi standar ekonomi. “Untuk mencapai standar ekonomi, jumlah kargo minimal yang harus diangkut sebanyak 22 ton. Namun kenyataannya, hingga saat ini baru dua kali berada di atas 22 ton, yakni pada 18 November 2020 sebanyak 23,050 ton dan pada 6 Januari 2021 sebanyak 26,970 ton,” katanya.
Sedangkan pada penerbangan lainnya menurut Vonny kargo yang diangkut di bawah 20 ton, bahkan kadang di bawah 10 ton, seperti pada penerbangan terakhir 3 Maret 2021 yang hanya 8 ton. Total ekspor langsung ke Jepang sudah dilakukan 23 kali, dengan total komoditas yang diangkut sebanyak 356 ton.
Vonny yang merupakan orang Manado namun besar di Makassar ini mengaku, sangat ingin memajukan kampung halamannya. Termasuk penerbangan langsung ini yang menjadi langkah awal menjadikan Manado sebagai hub kargo maupun penumpang. (jm)