Barometer.co.id – Amurang
Melalui Perda Nomor 11 th 2005 dan Perubahannya Nomor 7 th 2009, petani dan penampung Cap Tikus memiliki payung hukum. Hanya saja Perda yang diinisiasi DPRD Minahasa Selatan tidak memberi perlindungan bagi distribusi keluar sentra.
Petani dan penampung hanya diperbolehkan menjual Cap Tikus kepada pihak pabrik minuman keras (Miras). Mereka wajib menyertakan surat jalan dan order dari pihak perusahaan bila tidak ingin diamankan.
Sayangnya kewajiban menjual Cap Tikus pada pihak perusahaan Miras ternyata tidak juga menolong. Contohnya keberadaan perusahaan yang memproduksi Miras berbahan baku Cap Tikus dikatakan justru tidak mengambil dari petani di Minsel. Sehingga praktis keberadaan pabrik tidak memberi dampak signifikan.
“Selama ini kami kami seringkali diperlakukan seperti kriminal. Bahkan tidak sedikit ada upaya menyita Cap Tikus yang sementara dalam penampungan. Selain itu juga selama ini keberadaan pabrik Miras di Minsel tidak ada manfaat bagi kami,” ujar Meyni Liow, warga Malola.
Dia mengungkapkan tidak ada informasi bila petani atau penampung Cap Tikus yang menjual produknya ke pabrik di Minsel. Sedangkan di Manado permintaan pabrikan sudah sangat jauh berkurang.
“Sekarang mau dikemanakan produk kami? Pabrik di Manado banyak yang tutup, sedangkan di Minsel malah tidak ada pesanan alias tidak memiliki dampak bagi kami. Sedangkan Cap Tikus banyak yang menjadi tulang punggung ekonomi warga?,” ucapnya.
Lanjut dia juga mengungkapkan kekhawatiran bila Cap Tikus hanya dapat dijual ke pabrik-panrik berizin. Pasalnya akan terjadi monopoli, sehingga nantinya harga sepenuhnya ditentukan oleh pihak pabrikan. Apalagi saat ini pabrik miras jumlahnya tidak banyak.
“Kebijakan hanya boleh menjual ke pabrikan sama seperti memasung petani. Pada sisi lain bisa saja nantinya harga ditentukan oleh pihak pabrikan karena hanya mereka yang diperbolehkan membeli. Jadi nilai tambah sepenuhnya milik pengusaha, sedangkan petani justru tak mendapat apa-apa,” keluhnya.
Pekan kemarin aliansi Cap Tikus yang terdiri dari petani, penampung dan mahasiswa menggelar aksi damai. Mereka menuntuk agar tidak dikriminalisasi dan Cap Tikus dilegalkan.
Aksi aliansi sempat mendapat respon keras dari personel Polres Minsel. Bahkan beberapa pengunjuk rasa sempat dipukuli dan ditangkap ketika meminta bertemu dengan Kapolres. Untungnya pengunjuk rasa yang sempat ditahan akhirnya dibebaskan.(jim)