Petani Cap Tikus Merasa Dikriminalisasi

Barometer.co.id – Amurang 


Minuman beralkohol tradisional Minahasa, Cap Tikus merupakan bagian dari kearifan lokal. Namun sayangnya seringkali dikriminalisasi dengan dilakukan penangkapan terhadap warga yang bergelut pada industri Cap Tikus. Padahal  telah menghidupi puluhan bahkan mungkin ratusan ribu warga Sulawesi Utara (Sulut).

Terjadinya kriminalisasi terlihat dengan seringnya dilakukan penangkapan oleh oknum-oknum penegak hukum. Pada sisi lain, pengusaha Cap Tikus kesulitan mendapatkan izin. Sedangkan pada sisi lain, Sulut memiliki Perda yang mengatur peredaran dan konsumsi Cap Tikus.

“Baik produsen dalam hal ini petani, penampung dan pedagang memang merasa selama ini dikriminalisasi. Bahkan diburu-buru layaknya pelaku kejahatan berat bahkan teroris. Padahal kami hanya menjalankan usaha yang tidak sedikit menelurkan sarjana bahkan sampai strata III. Banyak juga pembangunan di kampung seperti gereja dan lainnya berasal dari bisnis Cap Tikus,” ujar tokoh pemuda Malola Billy Pinatik.

Lanjut dia menuding banyak oknum di lembaga penegak hukum yang justru menjadikan petani cap tikus sebagai sapi perahan. Petani atau pedagang meminta ‘jatah’ kalau ingin bisnisnya aman. Padahal tidak sedikit juga pengusaha cap tikus mengantongi izin, namun tetap saja menjadi incaran.

“Kami tidak akan tinggal diam, karena memiliki bukti-bukti yang mengarah pada pemerasan dilakukan oleh oknum-oknum. Selain itu juga kami memiliki data yang memberi informasi sebaliknya tentang dampak cap tikus. Makanya kami berharap sekaligus berjuang agar tidak ada lagi kriminalisasi cap tikus sebab itu sama saja menyuruh kami brenti makan dan nyanda usah sekolah,” paparnya.

Dipaparkan Pinatik mengatasnamakan petani Cap Tikus Desa Malola akan melakukan audiens dengan Bupati, Kapolres bahkan Gubernur dan Kapolda. Ini perlu agar ada perlindungan.

“Toh selama ini juga petani cap tikus tidak pernah diberikan solusi yang paripurna soal alih dari usaha cap tikus. Tapi pastinya kami akan tetap berjuang agar cap tikus tetap dapat dipertahankan sebab sudah menjadi warisan leluhur yang perlu dilindungi selain memiliki nilai ekonomis tinggi,” pungkasnya.(jim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *