Barometer.co.id – Amurang
Sabtu (03/09) akhir pekan kemarin pemerintah akhirnya resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Kenaikannya cukup signifikan, seperti pertalite dari sebelumnya Rp 7.650/liter dinaikkan menjadi Rp 10 ribu. Sedangkan solar Rp 5.150 sekarang Rp 6.800.
Kenaikan harga BBM langsung memicu kecemasan dikalangan masyarakat. Pasalnya kenaikan harga BBM memicu kenaikan harga kebutuhan masyarakat, mulai dari kebutuhan pokok hingga sekunder. Tarif angkutan umum juga telah terdongkrak naik. Jadi dia juga menekankan tidak bisa hanya melihat kenaikan harga BBM, tapi dampaknya.
Pada bagian lain masyarakat sedang diperhadapkan pada kesulitan ekonomi. Harga-harga produk ekspor dari Minahasa Selatan (Minsel) kini dalam tekanan alias anjlok. Tak pelak kenaikan harga akan semakin memukul perekonomian masyarakat.
Hantaman paling keras ada pada lapisan masyarakat menengah yang menjadi mayoritas. Disaat pemerintah meluncurkan berbagai bantuan bagi kelompok masyarakat, kelas menengah hampir tidak tersentuh. Apalagi kenaikan harga BBM memberi dampak pada semua sektor.
“Apapun alasan pemerintah menaikkan harga BBM harusnya dapat melihat dan merasakan dampaknya pada masyarakat. Pemberian bantuan seperti dana tunai, tidak akan memberi dampak yang signifikan dari efek kenaikan harga BBM. Sebab harga-harga baik kebutuhan pokok dan sekunder dipastikan terkatrol naik,” ucap Valentino, pemerhati perekonomian Minsel.
Dengan kenaikan harga BBM yang menurutnya terkesan dipaksakan, dia menyebutkan pemerintah harus memperhatikan masyarakat terdampak secara lebih luas. Tidak hanya mereka yang masuk kategori miskin dan tercantum pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Jumlah warga miskin sangat rentan bertambah saat BBM bersubsidi dinaikkan. Penanganan tidak hanya membantu mereka yang masuk pada DTKS, disebabkan warga menengah juga perlu mendapat bantuan. Mereka sebenarnya selama ini tidak mendapat perhatian untuk menerima bantuan,” ungkapnya.
Lebih jauh dijelaskannya petani, terutama kelapa dengan kenaikan BBM mendapat dua ‘hantaman’ kali ini. Pertama dengan anjloknya harga komoditi kopra dan turunan kelapa lainnya serta kenaikan BBM.
“Makanya pemerintah daerah perlu mencari formula membantu petani. Tidak bisa hanya dikatakan harga pasaran dunia saat ini sedang turun, itu bukan solusi bagi petani. Harus ada langkah kongkrit yang benar-benar diwujudkan bukan sekedar konsel bagaimana meningkatkan perekonomian petani,”pungkasnya.(jim)