Barometer.co.id-Manado. Momentum Musyawarah Provinsi (Musprov) Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Sulawesi Utara guna memilih figur Ketua Umum Cabor Bulutangkis, empat tahun ke depan, diharapkan menjadi acuan dalam upaya untuk mengembalikan pamor cabor tepok bulu angsa Sulut.

“Ayo Kembalikan Pamor Bulutangkis Sulut”. Ajakan ini merupakan bentuk harapan masyarakat pecinta olahraga bulutangkis Sulut yang belakangan ini disuguhi prestasi kurang optimal di level nasional bahkan internasional. Terakhir, Bulutangkis Sulut gagal membawa pulang medali dari ajang PON XXI Aceh Sumatera Utara 2024.

Padahal, tiga tahun silam tepatnya Tahun 2021 di PON XXI Papua, ada satu medali perunggu yang dibawa pulang oleh Ikhsan Leonardo Rumbay dari nomor tunggal putra. Pasca Ikhsan, generasi penerus sudah tidak bertaring lagi. Hal itu tampak dari kegagalan regu putra dan putri lolos dari Babak Kualifikasi PON di Makassar, 2023 lalu.

Memang dari hasil BK PON, ada tiga wakil dari kelompok putra yang lolos ke PON XXI Aceh Sumatera Utara untuk bertanding di nomor perorangan. Namun, hasilnya tentu sudah diketahui bersama, yakni tanpa medali.

Sebenarnya, jika merunut dari hasil pelaksanaan PON sejak 2004 di Palembang, Sulut sudah mampu mempersembahkan medali emas dari nomor ganda putri, Lilyana Natsir dan Natalia Poluakan. Pada PON empat tahun berikutnya di Kaltim 2008, medali emas nomor ganda putri kembali direbut Sulut melalui pasangan Greysia Polii dan Natalia Poluakan.

Usia Kaltim, tidak ada lagi medali yang dipersembahkan cabor bulutangkis. Padahal baik di PON Riau 2012 dan PON Jabar 2016, Sulut mampu meloloskan kategori beregu putra dan beregu putri sehingga bisa bertanding di tujuh nomor PON. Namun, sayangnya di dua PON tersebut, tak satupun medali yang dibawa pulang ke Sulut.

Secercah harapan terbesit menjelang pelaksanaan PON Papua 2020, yang kemudian diundur hingga 2021 akibat wabah Covid-19. Sebab, meski yang lolos hanya kelompok beregu putra, tapi didalamnya ada sejumlah atlet yang punya prestasi nasional. Sebut saja Ikhsan Leonardo Rumbay di nomor tunggal dan Zachariah Sumanti di nomor ganda. Memang akhirnya satu medali perunggu dibawa pulang oleh Ikhsan Leonardo Rumbay di nomor tunggal putra.

Menghadapi PON XXI Aceh Sumatera Utara, Sulut sudah tidak bisa diperkuat oleh Ikhsan Leonardo Rumbay karena telah lewat usia yang menjadi syarat peserta. Tapi, Sulut masih punya atlet tunggal jebolan PON Papua yakni Jeremia Memah. Kendati demikian, pada BK PON di Makassar, Nomor Beregu Putra kalah dari Sulawesi Selatan. Dengan demikian, Sulut hanya bisa mengirim nomor perorangan yakni tunggal dan ganda putra di PON XXI 2024.

Melihat fenomena di atas, ternyata cabor bulutangkis Sulut sebenarnya punya potensi besar di nomor putri. Buktinya, dua atlet yang pernah mempersembahkan medali emas bagi Sulut yakni Liliyana Butet Natsir dan Greysia Polii juga adalah penyumbang medali emas bagi Indonesia di Olimpiade.

Butet yang turun bertanding di nomor ganda campuran bahkan dua kali menjadi finalis Olimpiade. Pertama kali ketika berpasangan dengan Nova Widianto gagal di final Olimpiade Beijing 2008. Namun, puncak prestasi Butet diperoleh saat menjuarai nomor ganda campuran Olimpiade Rio de Jainero 2016 saat berpasangan dengan Tomtowi Ahmad.

Prestasi Butet dilanjutkan penerusnya Greysia Polii. Peraih medali emas nomor ganda putri bagi Sulut kala berpasangan dengan Natalia Poluakan di PON XVII Kaltim 2008, juga sukses menorehkan prestasi internasional yakni juara Olimpiade Tokyo Tahun 2020 saat berpasangan dengan Apriyani Rahayu.

Nah jika mencermati bakat dan potensi atlet Sulut di Cabor Bulutangkis, bukannya meremehkan kelompok putra, tapi sudah jelas peluang untuk bisa berprestasi nasional hingga internasional lebih cenderung pada kelompok putri. Artinya, sudah saatnya siapapun yang nantinya menjadi nahkoda PBSI Sulut, empat tahun ke depan, perlu lebih memperhatikan pembinaan di kelompok putri.

Sebenarnya ada sejumlah nama atlet putri selain Butet dan Greysia yang berprestasi nasional. Contohnya Setyana Mapassa, yang memilih hijrah ke Australia. Kemudian ada Winny Oktavina Kandouw dan Melani Mamahit. Hanya saja dua nama terakhir belum banyak memberikan kontribusi prestasi bagi Sulut di iven seperti PON.

Diketahui saat ini di Sulut sudah banyak memiliki klub klub bulutangkis dengan pelatih yang sangat kompeten. Misalnya ada Richard Mainaky. Juga ada Fenti Lumintang, Jefri Lantang, Geovani Rondonuwu. Jika program mereka di tunjang PBSI Sulut lebih khusus untuk menambah frekuensi kompetisi lokal hingga nasional bahkan internasional, bukan tidak mungkin akan lahir kembali atlet atletik selevel Liliyana Natsir dan Greysia Polii. Semoga!(denny andries)