Amurang-Digulirkannya harga kopra menjadi alat politik di tengah Pilkada Sulut, ternyata gagal. Faktanya sejak bulan Maret yang bersamaan status Pendemi Covid-19, harga kopra sebagai produk turunan kelapa justru meningkat tajam. Bila sebelumnya berada pada harga Rp 4.500/kg, kini kopra sudah pada level Rp 9.300/kg. Kenaikan harga ini juga membantah tudingan kepada Pemprov Sulut tidak memperjuangkan nasib petani kelapa.”Trend harga kopra sekarang terus menanjak memang. Sejak Maret dimana harga terendah mencapai Rp 4.500, kini sudah ada pada Rp 9.300. Bahkan bukan tidak mungkin akan kembali naik karena sebentar lagi di Amerika dan Eropa memasuki musim dingin. Bisa dikatakan petani mendapat berkah di tahun 2020,” sebut petani sekaligus pelaku usaha kopra di Amurang, Frans Ampow.Mantan Kumtua Desa Elusan Kecamatan Amurang Barat ini juga menyebutkan bahwa harga kopra sangat ditentukan oleh harga dunia. Sehingga menurutnya turunnya harga kopra dengan Pemprov Sulut. Dia beralasan turunnya harga kopra beberapa waktu lalu juga terjadi di seluruh Indonesia alias berlaku nasional.”Persoalan harga kopra jangan diseret ke ranah politik, sebab ditentukan oleh pasar dunia. Kalau sekarang harga kopra sudah naik tinggi, kemudian apa yang akan ‘digoreng’ lagi. Perlu diluruskan agar kita dapat mencari solusi bagaimana produk kelapa termasuk kopra dapat lebih stabil di level ekonomi, bukannya pemerintah dituding gagal atas sesuatu yang di luar kuasanya,” beber Ampow.Ampow juga memintakan agar pemerintah dalam hal ini Pemprov Sulut mendorong diversifikasi produk kelapa. Sehingga ekspor dalam bentuk barang jadi lebih diutamakan. “Diversifikasi produk juga perlu melibatkan  kecil dan menengah. Ini diikuti dengan pembukaan pasar dan sinkronisasi dengan industri besar,” sarannya.(nov)