Disinyalir Ada Mafia, Pupuk Subsidi Jadi Langka

Barometer.co.id-Modoinding. Sudah sejak lama petani di Minsel mengeluhkan langkanya pupuk, terutama yang bersubsidi. Seperti yang diungkapkan oleh petani asal Desa Pinasungkulan Utara, Kecamatan Modoinding Fredy Sumanti. 

Dikatakannya kalaupun mendapatkan pupuk bersubsidi hanya jatah 1 karung, itupun dari pengecer. Sedangkan kebutuhannya untuk sekali menanam mencapai 6 karung. Atau dalam artian kekurangan 5 karung.

Sulitnya mendapat pupuk bersubsidi sebenarnya mengherankan. Pasalnya kalau dilihat kenapa dipengecer stok pupuk bersubsidi banyak hingga  menumpuk digudang. Ini membuat Sumanti menduga bahwa di balik ini semua ada mafia pupuk bersubsidi.

“Memang pupuk merk Ponska bersubsidi harganya selisih lebih murah dibanding pupuk lainnya. Di distributor harga subsidi Rp 135 ribu/karung. Tapi percuma saja ketika datang untuk membelinya, jawaban pihak distributor selalu stok habis. Tapi anehnya di pengecer selalu ada. Tentu saja harganya sudah berbeda jauh. Rata-rata Harga Eceran Tertinggi (HET) di pengecer Rp 225 ribu hingga Rp 245 ribu/karung. Itupun kami hanya diperbolehkan membeli satu karung,” ujar Sumanti.

Dikatannya lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan pupuk, terpaksa harus membeli yang non subsidi. Karena non subsidi, harganya menjadi lebih mahal. “Terpaksa saya membeli tambahan pupuk non subsidi sperti merk Verti pos, Pelangi atau merk mutiara, harga pupuk tersebut Rp 300 ribu keatas hingga mencapai Rp 550 ribu,”terang Sumanti.

Dia juga menuturkan penggunaan syarat harus tergabung sebagai anggota kelompok tani menjadi salah satu penyebab kesulitannya mendapat pupuk. Ini lantaran dia menduga keberadaan kelompok tani yang kebanyakan ‘siluman’.

Banyak kelompok tani yang keanggotaannya hanya rekayasa. Latar belakang pembentukannya sendiri hanya untuk mendapatkan bantuan dan pupuk bersubsidi.
“keanggotaan kelompok kebanyakan rekayasa, yakni memalsukan nama-nama petani. Tujuannya hanya untuk mendapatkan pupuk subsidi bagi pengurus kelompok terutama ketuanya. Bisa saja pupuk itu dipakai sendiri dan sisanya dijual, inilah salah satu dugaan yang saya maksudkan mafia pupuk bekerja sama dengan pihak dinas terkait, sehingga petani menderita dan mereka hanya mementingkan pundi-pundi kantong pribadi untuk memperkaya diri sendiri “tambah Sumanti.

Dia berharap agar pemerintah dapat meninjau kembali pola penyaluran pupuk bersubsidi. Selain itu juga menertibkan kelompok-kelompok tani, sehingga tidak dijadikan kaki tangan mafia pupuk. “Banyak yang mengatasnamakan petani unuk mengeruk keuntungan pribadi. Ini yang harus diberantas,” tandasnya.(jim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *