Barometer.co.id – Amurang. Belanja dana Covid-19 di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Minahasa Selatan (Minsel) 2020 diduga sarat dengan penyimpangan. Salah satu contoh berupa belanja pengadaan masker kain.

Berdasarkan laporan yang diberikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), pengadaan masker kain dilakukan dua kali. Tahap pertama dengan jumlah 200 ribu buah, sedangkan tahap kedua sebanyak 500 ribu. Masing-masing Pemkab melalui BPBD mengeluarkan anggaran Rp 2,7 miliar dan Rp 6,25 miliar. Sehingga total untuk masker kain seharga Rp 8,95 miliar.

Jumlah maupun nilai satuan pembelian masker dinilai tidak wajar. Berdasarkan laporan, harga satuan masker kain Rp 12.500 dan 13.500. Sedangkan dipasaran, untuk harga satuan masker kain sesuai kualitas yang diadakan oleh Pemkab Minsel masih di bawah Rp 8 ribu. Sehingga diduga terjadi mark up harga.

“Bila benar total masker kain sebanyak 700 ribu buah, maka seharusnya tiap warga Minsel dari Lansia sampai baru lahir mendapat masing-masing tiga masker. Silahkan cek apakah sudah semua warga terima masker kain? Ini belum termasuk masker medis. Sedangkan kita juga mengetahui di sekolah-sekolah juga diwajibkan mengadakan masker kain,” ujar Ketua LSM GMPK Minsel Jhon Senduk.

Atas keganjilan belanja dana Covid, Senduk memintakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat melakukan pemeriksaan secara profesional. Harus memeriksa apakah benar jumlah 700 buah masker dan sampai ke masyarakat. Begitu pula dengan harga satuan yang dinilainya tidak wajar. Bisa saja sudah terjadi pengaturan harga.

“Jangan lagi BPK kerja asal-asalan. Sehingga untuk kasus yang besar seperti ini sampai lolos. Kalau benar profesional harus ditelusuri mulai dari dugaan pengaturan harga sampai volume dan distribusi. Jangan lagi hanya melihat administrasi saja. Ingat pak Presiden sudan mengatakan jangan ada yang main-main dengan dana Covid,” paparnya.

Dia juga mendesak pihak BPK memeriksa siapa bertanggung jawab terhadap pengadaan masker yang diadakan melalui BPBD. Jangan sampai terhenti sampai pada status Kepala BPBD saja. Selain itu jangan memaksakan memberikan opini WTP bila memang pengelolaan APBD 2020 tidak wajar.

“Kami minta supaya BPK dapat memeriksa seketat-ketatnya. Jangan lagi sampai kalah dengan Pansus LKPJ DPRD yang pada tahun 2020 lalu berhasil unggul atas BPK. Apalagi hasil pemeriksaan ini dapat menjadi bahan bagi Aparat Penegak Hukum. Ini juga menjadi harapan dari masyarakat agar pelaku pencuri uang rakyat terkena hukuman,” tegasnya.(jim)