Migor Melangit, Penjual Gorengan Menjerit

Barometer.co.id – Amurang
Sejak awal tahun ini minyak goreng (migor) khususnya dari sawit seperti menghilang. Padahal Indonesia merupakan produsen terbesar di dunia. Pada tahun 2021 produksinya mencapai 46,88 juta ton. 

Kelangkaan migor tak pelak mendongkrak harga sampai ke langit. Sebelumnya pemerintah sempat menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) dengan kebijakan subsidi. Namun program tersebut malah membuat migor semakin menghilang. 

Kebijakan pemerintah mencabut HET juga tak kunjung memperbaiki keadaan. Harga migor kini melonjak hampir 100 persen. Efeknya selain ibu rumah tangga, penjual gorengan ikut menjerit. Bukan tanpa alasan, migor menjadi salah satu bahan utama bisnis penjual gorengan.

Billy Nongka salah satu penjual gorengan di Buyungon Kecamatan Amurang Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) mengaku kelangkàan dan naiknya migor sangat berdampak pada dagangnnya. Bahkan keuntungannya berkurang drastis bila dibandingkan sebelum terjadi krisis migor.

“Kalau ditanyakan pengaruhnya, jelas ada. Sebelum krisis minyak goreng torang pe keuntungan bisa mencapai Rp 500 ribu sampai Rp 800 ribu per hari. Sekarang torang pe pendapat sudah susah lebih dari Rp 250 ribu per hari. Lantaran memang torang perlu minyak goreng dalam jumlah besar,” tukas Nongka yang berjualan tahu garing, Selasa (28/03).

Dia juga menyebutkan selain harga yang naik tinggi, minyak goreng curah juga susah didapat. Kalaupun ada, harganya hanya beda tipis dengan migor dalam kemasan. Sehingga modal kerja harus bertambah.

“Minyak gorang naik, torang nyanda bisa langsung kase nae harga. Kalau mo kase nae bisa saja malah pembeli berkurang. Kalau sekarang yang penting bertahan saja dulu. Karena memang keuntungan naik sedangkan torang tetap bayar sewa tempat,” bebernya.

Harapannya pemerintah dapat segera menyelesaikan krisis migor. Ketersediaan di pasar mencukupi sehingga masyarakat tidak kesulitan. Apalagi bagi pedagang gorengan yang masuk usaha kecil.

“Torang pe harapan nyanda banya, migor tersedia dalam jumlah memadai. Untuk harga juga yang dapat masuk di akan. Pemerintah jangan fokus saja pada pengusaha besar pemilik pabrik minyak sawit saja, tolong perhatikan juga kami dan masyarakat lain,” bebernya.(jim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *