Barometer.co.id – Amurang
Krisis minyak goreng berbahan baku kelapa sawit sudah sejak awal tahun lalu melanda secara nasional. Tak luput warga Minahasa Selatan (Minsel) juga merasakannya.
Kelangkaan dan harga yang naik dua kali lipat seharusnya dapat menjadi momentum warga Sulawesi Utara (Sulut) kembali menggunakan minyak goreng kelapa. Sebagai kabupaten penghasil kelapa, harusnya menjadi pilihan logis di menggantikan minyak sawit.
Kembali menggunakan minyak kelapa juga memberi dua keutungan. Pertama karena minyak kelapa dapat lebih sehat untuk dipergunakan. Sedangkan keuntungan kedua, dapat membawa keuntungan secara ekonomi.
Pemerintah daerah diharapkan dapat memberi stimulus kepada industri kecil dan menengah untuk mengembangkan produksi minyak kelapa. Terutama berupa mesin, kemasan dan pemasaran.
Produksi minyak kelapa untuk skala lebih besar memang memiliki kendala. Apalagi saat ini harga kopra sedang tinggi. Akibatnya biaya produksi minyak kelepa juga ikut naik, meski masih lebih murah dibandingkan minyak sawit.
Tokoh pemuda Minsel Audy Runtuwarow mendukung bila produksi minyak kelapa digalakkan lagi. Menurutnya dengan memproduksi minyak kelapa yanh digerakkan oleh industri rumah tangga, kecil dan menengah dapat memberi nilai tambah bagi petani.
“Benar kenaikan harga minyak sawit menjadi momentum kita kembali memproduksi minyak kelapa. Selama ini produksi kelapa nilai tambahnya kecil bagi petani dan daerah,” terangnya.
Dia beralasan selama ini yang menikmati hasil kelapa paling besar justru pabrikan-pabrikan besar dan luar negeri. Hal ini dikarenakan di Minsel hanya menyediakan bahan baku mentah saja. Sedangkan industri bahan jadi justru tidak ada di Sulut.
“Bila kita berani mengambil momentum ini, Minsel akan memiliki industri bahan konsumsi langsung. Nilai tambahnya besar, apalagi bila dimotori oleh industri rumah tangga, kecil dan menengah,”pungkasnya.(jim)