Barometer.co.id – Amurang Kasus dugaan Pidana Pengerusakan dan Penyerobotan tanah atau perkebunan Waleimpisok atau batu dinding, Kelurahan Buyungon, Kecamatan Amurang, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) sesuai laporan Polisi nomor: LP/B/186/VI/2022, tertanggal 22 Juni 2022 memasuki babak baru. Polres Minsel kini telah melanjutkan kasusnya dengan melakukan gelar perkara internal dengan terlapor Wongkar Cs.
Proses tahap gelar perkara intern pidana tersebut sebenarnya akan ditingkatkan ke tahap Sidik, tetapi pihak Polres Minsel belum melaksanakannya. Penundaan dilakukan karena pihak pelapor dalam hal ini Jacoba Mamangkey melakukan gugatan hukum Perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Amurang dalam kasus yang sama ini.
“Penasehat Hukum atau selaku kuasa hukum pelapor sudah menghadap. Mereka mengajukan gugatan perdata kaitan ganti rugi dalam kasus yang sama ini di PN Amurang. Sehingga kami dalam perkara ini belum tingkatkan ke sidik,” ujar Kapolres AKBP Bambang C. Harleyanto SIK melalui Kasat reskrim Iptu Lesly Deiby Lihawa, SH, M.Kn.
Menurut Lihawa tindakan yang dilakukan ini sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (MA), nomor 1 tahun 1956. Yaitu menimbang bahwa oleh karena dalam peraturan Acara Pengadilan yang sekarang berlaku di Indonesia tiada peraturan mengenai hubungan antara pengadilan perdata dan pengadilan pidana dalam hal ini ada nampak keragu-raguan.
Sehingga menimbang bahwa untuk menghilangkan keraguan-raguan ini Mahkamah Agung menganggap perlu, dengan mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya pada Pasal 131 Undang-undang Mahkamah Agung Indonesia, mengadakan peraturan sebagai berikut.
Pasal 1 apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.
Pasal 2 Pertangguhan pemeriksaan perkara pidana, ini dapat sewaktu-waktu dihentikan, apabila dianggap tidak perlu lagi.
Pasal 3 Pengadilan dalam pemeriksaan perkara pidana tidak terikat oleh suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya suatu hak perdata tadi. Pasal 4 peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 23 Mei 1956.
“Jadi sudah jelas melalui Peraturan MA tersebut maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan,” jelas Lihawa.
Lihawa menegaskan pihaknya dalam menangani kasus seperti ini harus perlu penanganan yang terarah dan tepat pada dasar hukum yang berlaku ketika melakukan segala bentuk tindakan, sehingga tidak sembrono dalam mengambil setiap keputusan.
“Sikap tindakan kami ketika mengambil keputusan berdasarkan hukum yang ada, kami benar-benar melakukan hal suatu perkara tepat pada sasaran dengan prinsip hukum sehingga memberikan kepuasan hukum baik bagi pelapor maupun terlapor,” imbuhnya.
Lihawa menambahkan, karena perkara kasus ini masih dalam permasalahan atau status quo dan sampai saat ini masih dilakukan police line pada lokasi tersebut, maka status quo masih berlaku.
“Ya, mau tidak mau lahan ini yang masih bermasalah dan belum ada keputusan dari pengadilan maka status Quo masih dijalankan, garis police line dilokasi tidak bisa digangu gugat artinya tidak diperkenankan adanya aktifitas dilokasi tersebut sampai putusan jelas,” tutup Lihawa.(jim)