Barometer.co.id – Amurang
Bencana longsor dasar Pantai Amurang pada bulan Juni, menyisakan ratusan pengungsi yang kini tinggal di Hunian Sementara (Huntara). Kejadian tersebut menimbulkan simpati masyarakat baik dari Minsel maupun luar daerah yang berbondong-bondong menyampaikan bantuan.
Bantuan-bantuan dari masyarakat baik melalui rekening yang dibuka resmi Pemkab Minsel maupun diberikan secara langsung melalui pengelola penanganan pengungsi kini menimbulkan polemik. Apalagi ada informasi bantuan-bantuan yang diberikan belum sepenuhnya disalurkan ke korban. Bahkan terdapat bantuan dalam bentuk bahan makanan kini rusak atau kadaluarsa.
Atas polemik yang terjadi, anggota DPRD Minsel Robby Sangkoy memintakan agar Pemkab Minsel dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dapat lebih transparan mengelola bantuan. Apalagi bantuan masyarakat yang seharusnya diaudit eksternal.
“Kami mendapatkan keluhan dari warga terkait pengelolaan bantuan. Selain juga menemukan adanya bantuan yang belum tersalur, sehingga sudah kadaluarsa dan tidak lagi dapat dikonsumsi. Menyikapinya harus dilakukan evaluasi secara komprehensif,” tukas Sangkoy.
Dia juga menyebutkan audit secara ekternal juga wajib. Sebab menurutnya dikelola merupakan dana masyarakat, sehingga wajib dilaporkan ke masyarakat berupa besaran yang diterima maupun penggunaannya.
“Perlu dibedakan antara dana yang bersumber dari keuangan pemerintah dengan sumber masyarakat. Untuk sumber dari masyarakat seharusnya lebih transparan lagi. Karenanya saya usulkan dilakukan audit oleh auditor ekternal dan hasilnya disampaikan ke masyarakat lewat media,” ucapnya.
Dia juga menyentil bantuan dari Partai Golkar dan lainnya yang belum tersalur. Diharapkan tidak ada diskriminasi atau hal-hal yang tidak layak dilakukan. Sebab ini merupakan bantuan bagi warga yang terkena musibah bencana.
“Alangkah baiknya bantuan yang diberikan dapat langsung diserahkan atau dipergunakan bagi pengungsi. Jangan sampai kemudian rusak atau kadaluarsa. Jadi disini sekali lagi diperlukan adanya transparansi pengelolaan bantuan. Tidak boleh tertutup, sebab itu dana masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu Kepala BPBD Minsel Thory Joseph ketika dikonfirmasi mengatakan pihaknya siap untuk diaudit. Sesuai dengan aturan, audit dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Soal audit itu pasti, dalam hal ini oleh BPK. Kami juga tidak boleh sembarangan mengelola bantuan, sebab dalam pantauan Kejari dan Polres Minsel. Semua harus dilaporkan. Mengenai adanya ketidakpuasan dari masyarakat, kami bisa mengerti karena memang tidak mudah. Apalagi dengan banyaknya tuntutan dari warga,” beber Joseph.
Dia juga menyebutkan kesulitan-kesulitan dalam penyaluran bantuan dari masyarakat ke pengungsi. Salah satunya keinginan pengungsi penyaluran dilakukan secara merata. Sedangan bantuan yang diberikan tidak semua sesuai dengan jumlah pengungsi.
“Kondisi demikian, terpaksa harus disiasati supaya tidak terjadi kecemburuan. Sebab memang seringkali terjadi dan ujungnya konflik,” ungkapnya.
Disampaikan pula bahwa pemerintah masih akan menanggung biaya hidup pengungsi yang tinggal di Huntara hingga 31 Desember. Pemerintah juga berencana mendistribusikan Rp 4 juta tiap kepala keluarga.
“Sampai sekarang petunjuknya seperti demikian. Kami masih menanggung hingga 31 Desember. Untuk Huntap (Hunian tetap, red), lokasi sudah ada namun untuk pembangunan menunggu pemerintah pusat,” urainya.(vtr)