Barometer.co.id – Amurang
Kapasitas Hunian warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas III Amurang saat ini mengalami peningkatan.

Kapasitas hunian yang seharusnya menampung 182 orang, justru saat ini menampung sebanyak 255 warga binaan.

“Kapasitas diLapas Kelas III Amurang saat mengalami peningkatan, yang seharusnya menampung 182, namun sekarang mencapai 255 warga binaan,” ujar Fentje Mamirahi S.pd selaku Kalapas Kelas III Amurang.

Menurut Mamirahi Persoalan ini bukan hanya terjadi disini melainkan masalah Nasional. “Pada umumnya dimana-mana Lapas sering terjadi peningkatan kapasitas, hal ini merupakan persoalan Nasional, memang negara sudah menyiapkan seperti itu atau bisa dikatakan membangun bangunan Lapas tidak berarti menguranggi kasus, malahan merugikan negara. Dari pengamatan sebenarnya yang perlu di revisi adalah undang-undang,” kata Mamirahi.

Untuk meminimalisir adanya peningkatan kapasitas, alangkah baiknya ketika ada kasus atau perkara yang masih boleh dimediasi atau diperdamaikan perlu ditingkatkan.

“Semisal salah satunya, kasus pencuri Ayam, kalau boleh jangan dipidanakan. Kan sekarang ada rumah Justice atau didamaikan, sehingga  selesai dengan perdamaian dan tidak digiring ke lapas, begitu juga dengan kasus-kasus ringan lainnya,” harap Mamirahi.

Mamirahi memastikan soal penyediaan makanan bagi warga hunian tidak perlu di khawatirkan.

“Dengan adanya kelebihan kuota tahanan pastinya berdampak soal penyediaan makanan, namun tidak perlu dikwatirkan, karena kami selalu mengistimasi makanan lebih dari kuota kapasitas yang ada. Istimasi makanan lebih dari 300 warga binaan, tidak mungkin pas-pasan untuk menyiapkan makanan sesuai kapasitas 182, seperti ini terjadi peningkatan kapasitas,” ungkap Mamirahi.

Mamirahi juga bersyukur adanya satu program yakni warga binaan yang mendapat hak Asimilasi rumah, artinya seorang Napi yang sudah menjalani hukuman ⅔ dari hukuman yang ada boleh mengusulkan Asimilasi rumah, sehingga berdampak kelonggaran kapasitas Lapas.

“Itu hak-hak mereka, sehingga pihak lapas memberikan Remisi dan berdampak berkurangnya penghuni,” jelasnya.

Mamirahi menjelaskan lagi, dahulu para Napi ketika akan menerima hak-hak mereka harus membayar justice, Pengembalian kas ke negara atau uang penganti, itu wajib dibayar tetapi sekarang sudah berbeda tidak seperti itu.

“Kemenkumham membuat Undang-undang untuk mempercepat penggurai kepadatan, sekarang penggurusannya gratis, lain dulu harus bayar. Ada kasus yang tidak berhak menerima Permenkumham atau Asimilasi Rumah yaitu kasus Residivis dan Percabulan anak, tetapi kasus keduanya ini masih bisa mendapat remisi,” terang Mamirahi.(jim)