Terungkap, Melalui Oknum Pejabat, Wongkar Cs Pernah Coba Suap Saksi dan Pemilik Perkebunan Batu Dinding

Barometer.co.id – Amurang 
Persidangan Perdata Kasus lahan Batu Dinding, Kelurahan Buyungon, Kecamatan Amurang, Kabupaten Minahasa Selatan di Pegadilan Negeri (PN) Amurang kembali digelar awal pekan ini. Pihak penggugat Jacoba Mamangkey menghadirkan seorang saksi kunci berusia 92 tahun yang pernah tinggal bersama pemilik utama lahan batu dinding. 

Pada sidang sebelumnya pihak penggugat telah menghadirkan 4 orang saksi dalam persidangan. Kali ini saksi kunci yang dihadirkan yaitu bernama Opa Yo Damapolii lahir tahun 1931.

Dalam persidangan, saksi kunci opa Yo Damapolii adalah seorang  veteran. Meski telah berusia senja, pada persidangan masih tampak memiliki ingatan yang kuat. Sehingga mampu menjelaskan apa yang menjadi pertanyaan pada persidangan untuk hal kepemilikan tanah.

Damapolii dikatakan saksi kunci soal lahan batu dinding, karena saksi menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri atas keberadaan kehidupan sehari-hari pemilik yang sebenarnya lahan tersebut yaitu bernama  Obe Soputan.

“Saya tahu persis itu lahan batu dinding milik Obe Soputan, karena dari kecil saya pernah tinggal bersamanya dilahan perkebunan tersebut. Kebun itu diberi nama Wale Pisok oleh opa Obe Soputan artinya rumah burung Walet, memang disana banyak burung Walet,” ujar  Damapolii.

Lanjut kesaksian Damapolii yang didengar para majelis hakim, dan kuasa penggugat dan kuasa tergugat, bahwa lahan Wale Pisok atau batu dinding dulunya adalah lahan sisa-sisa yang belum diukur oleh pemerintah setempat.

Kemudian Pemerintah mengizinkan kepada Opa Obe Soputan untuk menumpas atau membongkar lahan tersebut menjadi perkebunan milik keluarga Soputan.

“Saya tinggal di kebun sampai opa Obe Soputan meninggal ditahun 1951. Tanah itu dulu sisa-sisa yang belum diukur oleh pemerintah, kemudian Opa Obe yang menumpas lalu ditanami pohon kelapa dan kopi, dan pada tahun 1942 terjadi banjir gui atau banjir bandang, kemudian opa Obe menanam kembali dan saat itu saya turut serta menanam,” paparnya.

Setelah berjalannya waktu, ada kehadiran tiga orang datang ke lokasi kebun berawal hanya datang memancing. Karena lokasi kebun Opa Obe Soputan perbatasan juga dengan Sungai Ranoyapo. Ketiganya bernama Yo Lelengboto (orang tua dari tergugat Weliam Lelengboto), Nyong Lelengboto dan Man Lengkong (orang tua tergugat Marlin Lengkong).

Selain memancing mereka minta izin kepada Opa Obe Soputan pemilik kebun, kiranya pinjam lahan untuk berkebun.”Waktu itu saya ada, dan sangat jelas Opa Obe Soputan melarang. Jangan berkebun dengan tanaman yang bertahun seperti pohon kelapa,” sebutnya lebih lanjut.

Dikatakan saksi Yo Damapolii, setelah zaman permesta kira-kira tahun 1957 antara 1958, saksi melihat Yo Lelengboto membawa bibit kelapa yang akan ditanam dilokasi tersebut dan saksi menegur dan memperingati agar tidak menanam tanaman kelapa.

“Saya sempat tegur orang tua dari Weliam Lelengboto yang hendak menanam pohon kelapa. Saya ingatkan pesan Opa Obe Soputan agar tidak menanam pohon kelapa dilahan batu dinding terhadap Yo Lelengboto saat itu,” terang Saksi Damapolii.
Saksi menerangkan bahwa Opa Obe Soputan memiliki 4 anak yang bernama Berta alias eta Soputan, Ana Soputan, Tian Soputan dan Frederik alias pedi Soputan.

Satu dari empat anak Opa Obe Soputan yaitu Berta alias Eta yang menerima warisan lahan batu dinding. Kemudian Eta Soputan menikah dengan Dehan Mamangkey tidak lain orang tua  dari pemilik batu dinding sekarang Jacoba Mamangkey.

Jacoba Mamangkey memiliki dua saudara yaitu, Sam Mamangkey dan Jemmy Mamangkey.

“Tahun 2011 saya dipanggil Lurah Ferry Wenas di kantor lurah menjadi saksi. Karena waktu itu saudara Jacoba Mamangkey yaitu Jemmy Mamangkey melaporkan tergugat Weliam Lelengboto telah menanami pohon kelapa di lahan batu dinding dan minta supaya keluar dari lahan tersebut,” ucap Saksi Damapolii.

Singkat cerita dalam percakapan tersebut, tergugat Weliam Lelengboto minta ganti rugi tanaman yang dia tanam dilahan milik Jacoba Mamangkey ini sebesar Rp 300 ribu.

“Waktu itu kakak pemilik Jemmy Mamangkey menolak, permintaan ganti rugi tanaman, menurut Jemmy itu salah tergugat Welliam Lelengboto sendiri, padahal dari tete Obe Soputan melarang menanam pohon kelapa atau pohon tahunan,” urai saksi Damapolii.

Bukan hanya itu, saksi Yo Damapolii dihadapan Majelis Hakim mengungkap bahwa tergugat akan menyuap uang sebesar Rp 100 juta pada saksi agar mau menandatangani sebuah surat.

“Belum lama ini, kalu tidak salah pada tahun 2021 tergugat mendatangi saya, agar saya menandatanggani sebuah surat dan akan di beri uang Rp 100 juta. Saat itu juga saya langsung tolak, saya bilang maaf itu uang kutuk saya tidak mau terima,” ungkap saksi Damapolii.

Sementara itu usai sidang, diluar persidangan pemilik lahan Jacoba Mamangkey yang sempat hadir saat itu, dimintai keterangan oleh sejumlah awak media hal kepemilikannya.

“Saya kira sudah lebih dari cukup atas keterangan para saksi yang menerangkan di hadapan Bapak,Ibu Hakim yang Mulia. Apalagi kesaksian bapak Yo Damapolii saksi kunci yang mana pernah tinggal sama-sama dengan tete Obe Soputan kami diperkebunan batu dinding milik kami,” ucap Jacoba Mamangkey.

Mamangkey menambahkan, bukan hanya saksi Yo Damapolii yang akan mau disuap sama tergugat dengan uang Rp 100 juta, dirinya pun pernah akan diberi uang hasil penjualan kebunnya yang dijual oleh para tergugat.

“Mereka pernah datang kerumah, tapi saya tidak mau bertemu, karena saya tau mereka mau memberi uang kepada saya hasil dari penjualan kebun milik kami yang mereka jual. Waktu itu dia tawarin saya uang sebesar Rp 175 juta tapi saya tolak. Kita punya kebun kita so ada sertifikat, se-enaknya mau suap saya uang saat itu, so ndak betul itu,” tegas Jacoba Mamangkey di luar sidang.

Jacoba menambahkan, setelah mereka tidak berhasil membujuk dengan uang tersebut, diduga mereka memperalat oknum Lurah Buyungon dan Oknum Camat agar saya bole menerima uang tersebut.
“Kita pernah diundang oknum Lurah di kantor Lurah tetapi kita tidak datang, kemudian oknum Camat undang lagi dikantor Camat, nah kurang kita pe anak yang datang. Disitu oknum camat ada bilang yang mana oknum Lurah suruh menyampaikan soal uang itu agar diterima,” jelas Jacoba Mamangkey, sembari dirinya siap bersaksi jika diminta keterangan hal tersebut baik dari hakim atau pihak APH lainnya.
Jacoba memastikan bahwa para majelis hakim adalah perpanjangan tangan dan suara Tuhan. 
“Saya tidak khawatir, Tuhan tidak pernah buta dan tuli, saya yakin Bapak, Ibu hakim adalah wakil Tuhan, tahu mana yang benar dan mana yang salah. Kita so tua so lebe dekat hidup deng Tuhan kita tako pa Tuhan. Titip jo ni firman yang kita pegang Yesaya 61 ayat 7,8 dan 9,” Jelasnya 
Persidangan dipimpin oleh Majelis Hakim diantaranya, Hakim ketua Antonie S. Mona SH didampinggi dua hakim anggota yakni Muhammad sabil Ryandika SH MH.  Dan Swanti N. Siboro SH. Dan Panitra penganti Gebriella J. Pondaag SH.

Dalam persidangan hakim ketua Antonie S. Mona SH, menutup sidang dan menunda sidang pekan depan Senin, (27/02) dalam agenda menghadirkan saksi dari pihak tergugat.

Pihak Penggugat bernama Jacoba Mamangkey adalah sah pemilik sebidang tanah yang terletak di Kelurahan  Buyungon, Kecamatan Amurang, Kabupaten Minahasa Selatan dengan luas 37.845 M2, berdasarkan sertifikat hak milik nomor 00701.

Para tergugat, Stevie Wongkar selaku tergugat I kemudian Riedel Joyke Wongkar tergugat II, Ronald Korompis tergugat III, Weliam lelengboto tergugat IV dan Marlin lengkong tergugat V. Dan turut terugat I Lurah Buyungon dan tergugat II Camat Amurang selaku PPATS.(jim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *