Amurang – Pemerintahan di Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) di bawah pimpinan Bupati Christiany Euginia Paruntu (CEP) tak lama lagi akan berakhir. Tidak sedikit program-program pembangunan yang telah dilakukan selama 10 tahun pemerintahannya. Namun di balik itu, tidak sedikit pula proyek-proyek dengan anggaran miliaran rupiah mubazir karena tidak bermanfaat dan gagal.


Sebut saja proyek pohon gaharu yang menelan biaya mencapai kurang lebih Rp 20 miliar. Sampai sekarang hampir tak dapat terlihat bekasnya. Bagitu pula Green house seharga kurang lebih Rp 15 miliar. Kondisinya sekarang sungguh memprihatinkan, rusak dan tak dapat difungsikan. 
Belum lagi proyek Sistem Penyedia Air Minum (SPAM) Re Osmosis (RO) air laut menjasi air tawar atau lebih dikenal filter air laut yang juga dengan anggaran kurang lebih Rp 20 miliar. Sekarang bisa dikatakan tinggal menunggu dijual sebagai besi tua tanpa pernah sekalipun dimanfaatkan.


Bukan hanya itu saja, sejumlah proyek pengadaan bibit baik itu pisang, bawang putih, kelapa dan buah-buahan juga terbilang gagal serta tak memberi hasil. Kasusnya pun saat ini telah sampai ke Aparat Penegak Hukum. Tidak sedikit anggaran yang telah digelontorkan. Untuk tahun 2019 saja untuk seluruh pengadaan bibit dengan total Rp 24.3 miliar.
“Kami turut prihatin atas banyaknya proyek-proyek atau program-program yang terkesan hanya hambur-hamburkan anggaran. Buktinya proyek-proyek tersebut tidak memberi nilai manfaat apapun. Lalu kalau tidak memberi manfaat, kenapa harus dianggarkan? Itu menjadi tanda tanya besar yang harus dijawab. Sebab ini menyangkut dana negara,” papar ketua GMPK Jhon Senduk.
Dia juga menyorot proyek-proyek di Dinas Pariwisata yang juga tidak berfungsi dan mulai rusak. Sehingga menurutnya ada kesalahan mulai dari tahap perencanaan, sampai pada pelaksanaan. Bisa juga atau bukan tidak mungkin proyek-proyek tersebut dirancang untuk demikian. Hal ini karena memang semenjak ‘usai’ dikerjakan, tidak dimanfaatkan. 
“Apakah memang proyek-proyek ini dirancang yang penting ada bukti dikerjakan atau ada hal lain. Kan yang seperti ini banyak di Minsel, berguna atau tidak itu persoalan kebelakang. Belum lagi kalau kita mengulik kualitas dan kuantitasnya. Jadi memang sangat patut disayangkan bila proyek-proyek ini hanya didesain tanpa harus ada nilai manfaat,” jelasnya.
Pensiunan eselon II di Pemkab Minsel ini juga menyinggung dana hibah baik di KONI maupun PMI. Menurutnya minim memberi manfaat bagi stakeholder-nya, apalagi pada masyarakat. “Harusnya hibah seperti ini yang dipangkas dan dialihkan ke anggaran lebih bermanfaat. Jangan sampai dana hibah ini kemudian diperuntukkan bagi pribadi, semoga saja tidak demikian. Intinya disini untuk kedepan lagi terjadi. Anggaran disusun harus benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat,” kuncinya.(nov)