Barometer.co.id – Amurang. Pengadaan meubelair berupa meja, kursi papan tulis dan lainnya lewat Alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) 2019 di sekolah-sekolah SMP di Minahasa Selatan (Minsel) diduga sarat dengan penyimpangan.
Dugaan adanya penyimpangan diungkap oleh salah satu Kepala sekolah (Kepsek). Dikatakan dirinya dipaksa oleh oknum dinas agar menyetujui anggaran dana meubelair yang tercatat di Rencana Anggaran Belanja (RAB). Persetujuan juga menyangkut pembayaran melalui pendebetan di bank.
Kepsek yang minta identitasnya jangan dulu diungkap mengatakan, dirinya juga ‘dipaksa’ bekerjasama atau menyerahkan pengadaan meubelair pada pihak kontraktor yang telah ditunjuk. Untuk memperkuatnya pihak Kepsek juga diminta menandatangani surat perjanjian.
Menjadi persoalan besar dan dapat berbuntut pada masalah hukum lantaran jumlah unit yang diserahkan oleh pihak kontraktor tidak sesuai dengan perjanjian di RAB. Pihak sekolah menjadi korban dan berpeluang telah terjadi kerugian keuangan negara. Apalagi infonya pemaksaan ini berlaku di seluruh SD dan SMP se-Minsel.
“Sejak awal kita (saya, red) memang sudah curiga. Makanya saat diundang rapat oleh dinas soal meubelair kita nyanda datang. Karena tidak ada keberesan menyangkut dana meubelair yang harus ditandatangani atau kesepakatan para kepsek,”jelas Kepsek di ruang kerjanya.
Menurutnya bila tidak hadir bukan masalah. Kalaupun tidak dapat digunakan karena ada masalah, maka anggaran dikembalikan ke negara. Sehingga tidak menjadi masalah hukum.
“Namun saat itu kita ditelpon oleh oknum dinas dengan memaksa dan membujuk. Alasannya siapa yang mau bertanggung jawab sedangkan kepsek lainnya mau menandatanggani. Karena ada ancaman akhirnya kita terpaksa datang tandatangan, “ujar Kepsek yang menyebutkan siap bersaksi.
Lanjut disampaikan kepsek tersebut, seharusnya anggaran sebesar Rp 40 juta untuk 60 unit meubelair. Tetapi saat penandatanganan persetujuan yang disepakati secara paksa tersebut nilainya bertambah menjadi Rp 49 juta. Anehnya lagi jumlah unit justru malah berkurang hanya menyisakan 20. Sehingga selisihnya sangat jauh.
“Mencegah agar tidak menjadi masalah, kita mendatangi pihak Bank Sulut untuk membuat pembatalan pendebetan Rp 49 juta itu. Kita menyampaikan dua alasan mengapa melakukan pembatalan dan akhirnya pihak bank menyetujui,” terangnya.
Namun dia terkejut karena pada bulan April saat mengecek ke bank, malah telah dilakukan pendebetan ke rekening kontraktor yang ditunjuk. “Lebih terkejut lagi nilai yang didebet menjadi Rp 50.200.000. Karenanya kita langsung melaporkan ke pihak inspektorat untuk mengecek,”tandasnya.
Dia juga mengaku telah diperiksa oleh BPK bersama 31 Kepsek lain. Saat pemeriksaan dia menyampaikan perlsoalan DAK 2019 salah satunya anggaran pengadaan meubeler. Didalamnya juga terdapat kaktul, kwitansi, bukti pembatalan transfer dan bukti-bukti lainnya.
“Kita bukan sok pahlawan, tetapi saya mau mengamankan uang negara. Kita berani lakukan itu dari yang lain karena pernah melakukan pembatalan pendebetan, dari sisi hukum saya kuat karena saya ada bukti dan arsip bukti sudah ada di inspektorat,”tegasnya.(jim)