Oleh Nusarina Yuliastuti
Barometer.co.id-Yogyakarta. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menekankan bahwa Indonesia mempunyai peluang besar untuk meraih Indonesia Emas Tahun 2045 serta menempatkan diri sebagai negara lima besar kekuatan ekonomi dunia.
Penegasan tersebut dikemukakan Presiden Jokowi saat menyampaikan pidato pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT Ke-78 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu pagi.
Beberapa peluang tersebut di antaranya bonus demografi yang akan mencapai puncak pada 2030-an, yang mana 68 persen adalah penduduk usia produktif. Di sinilah kunci peningkatan produktivitas nasional.
Peluang lain adalah kepercayaan internasional atau international trust yang dimiliki Indonesia saat ini. Kepercayaan tersebut dibangun bukan sekadar melalui gimmick dan retorika semata, melainkan melalui peran dan bukti nyata keberanian Indonesia dalam bersikap.
Trust merupakan salah satu daya tarik investasi. Tingkat kepercayaan tinggi, investor pun akan mengalir masuk. Membangun international trust bukanlah hal mudah di tengah kondisi dunia yang sedang suram. Sinyal suram itu disampaikan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) bahwa pertumbuhan dunia akan berkisar 2,7 persen saja. Ini merupakan kondisi global yang akan mempengaruhi tingkat investasi.
Meski demikian, situasi domestik tidak kalah penting. Stabilitas politik dan regulasi menjadi pertimbangan calon investor. Setidaknya, investor asing yakin Indonesia masih dikategorikan stabil secara politik. Apalagi jika ditambah dengan berbagai regulasi. Misalnya saja, pemerintah mengeluarkan daftar prioritas investasi (DPI) yang membuat investor mengetahui apa saja sektor prioritas hingga sektor dengan pembatasan tertentu.
DPI memang menunjukkan sektor prioritas yaitu proyek strategis nasional, padat modal, serta berorientasi pada kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau inovasi, ekspor, dan menggunakan teknologi tingkat tinggi. Kemudian ada sektor yang diperuntukkan bagi koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Untuk menciptakan keadilan bagi seluruh pelaku usaha besar maupun kecil, perusahaan besar wajib bermitra dengan UMKM yang ada di sekitarnya. Dengan demikian, perusahaan akan mendapatkan izin dan insentif. Lalu sektor dengan pembatasan tertentu, yaitu bidang usaha tertentu dengan kepemilikan modal asing dan persyaratan modal dalam negeri 100 persen.
Kombinasi tingkat kepercayaan dan regulasi membuahkan hasil bagus dalam angka investasi. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi yang masuk ke Tanah Air pada semester I-2023 atau dari periode Januari hingga Juni 2023 mencapai Rp678,7 triliun.
Hal yang menggembirakan adalah angka investasi itu didominasi dari luar Pulau Jawa sebesar Rp354,9 atau 52,3 persen dari total investasi. Dari capaian investasi di luar Pulau Jawa tersebut tumbuh 16,1 persen secara year on year/yoy (tahun ke tahun). Sedangkan realisasi investasi di luar Jawa pada kuartal II-2023 sebesar Rp182 triliun atau tumbuh 15,6 persen secara yoy.
Provinsi Sulawesi Tengah menjadi primadona di mata investor. Nilai investasi di Sulawesi Tengah mencapai Rp26,6 triliun. Memang, setengah dari Jawa Barat yang memiliki total realisasi investasi Rp53,7 triliun. Jabar tertinggi, diikuti DKI Jakarta Rp43 triliun, Jawa Timur Rp31,1 triliun, Sulawesi Tengah Rp26,6 triliun, dan Banten Rp24,9 triliun.
Kemudian dari sisi penanam modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) selama periode Januari hingga Juni atau dalam semester I-2023 masing-masing tumbuh 17,1 persen dan 15 persen menjadi Rp363,3 triliun dan Rp315,4 triliun.
Capaian itu layak diapresiasi. Angka 53 persen di luar Jawa menunjukkan bahwa investasi sudah menyebar ke luar Jawa, tidak hanya di Jawa. Bukan Jawa-sentris, tetapi membuktikan Indonesia-sentris. Sekaligus mengindikasikan pemerataan pertumbuhan ekonomi akan lebih merata di seluruh Indonesia. Setidaknya dibandingkan beberapa tahun ke belakang, di mana investor masih berminat untuk Jawa.
Mengapa Jawa? Alasan sederhana, Jawa lebih lengkap infrastrukturnya. Mulai dari jaringan listrik, jalan, hingga pelabuhan untuk ekspor telah tersedia lengkap. Tingkat sumber daya manusia (SDM) juga lebih mumpuni. Maka dari itu, demi menekan ongkos investasi, para investor lebih memilih Jawa. Akibatnya ada kesan pembangunan lebih banyak terfokus ke Jawa.
Kesan itu pelan-pelan dihapuskan. Sejumlah infrastruktur di luar Jawa dikebut. Jalan dibangun, bahkan sampai jalan tol. Pelabuhan dibenahi, bahkan ada tol laut yang memudahkan pendistribusian produk. Bandar udara diperbanyak sehingga angkutan kargo bisa menjangkau pelosok. Inilah yang mendongkrak angka investasi di luar Jawa.
Investor pun menjadi nyaman, sebab terlihat ada upaya pemerintah untuk membangun konsep Indonesia-sentris. Bukan sekadar slogan, tetapi wujud nyata. Investor pun bertambah yakin bahwa Pemerintah memang sedang menciptakan kawasan pertumbuhan ekonomi baru. Investor pun ingin berperan dalam menciptakan kawasan pertumbuhan ekonomi baru tersebut.
Tinggal sekarang bagaimana memeratakan investasi di luar Jawa tersebut. Dari terbanyak di Sulawesi Tengah, bisa merata ke provinsi lain. Tentu saja hal itu membutuhkan komitmen kuat untuk menyediakan infrastruktur bagi kepentingan investasi. Lain dari pada itu, penyediaan SDM berkualitas juga perlu ditingkatkan. Peran putra daerah ditingkatkan . Bonus demografi setempat dioptimalkan.
Jika ini bisa dijaga, bukan soal sulit untuk mewujudkan Indonesia Emas Tahun 2045 serta meraih posisi menjadi negara lima besar kekuatan ekonomi dunia, sebagaimana isi pidato Presiden Jokowi tersebut.(ant)